Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah didorong untuk merancang aturan tentang lahan agribisnis abadi bagi sektor perkebunan guna menekan alih fungsi lahan yang terus terjadi.
Pengamat perkebunan Jawa Barat Iyus Supriyatna mengatakan luas perkebunan di Jabar hingga akhir 2015 hanya tinggal 493.000 hektare (ha), menurun setiap tahun yang mencapai 0,04% akibat beberapa faktor salah satu terbesarnya oleh alih fungsi lahan.
"Untuk mengatasinya antara lain harus ada regulasi tentang penggantian lahan yang digunakan, minimal seluas yang dialihfungsikan. Namun, alangkah lebih baiknya kalau pemerintah menerbitkan aturan lahan agribisnis abadi," ujarnya kepada Bisnis, Senin (11/4/2016).
Dia berharapn pemerintah dalam jangka pendek bisa mengimplementasikan diversifikasi usaha agribisnis, sambil menyiapkan regulasi lahan abadi perkebunan.
Menurutnya, secara horizontal pemerintah bisa mengembangkan komoditan perkebunan pada lahan hutan rakyat, atau melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM).
Adapun secara vertikal, dengan cara mengembangkan pohon industri. "Tentunya tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi yang berkelanjutan. Sebab, alih fungsi lahan masih berpotensi terjadi," ungkapnya.
Selama ini, pemerintah masih terfokus pada empat komoditas yang diunggulkan antara lain teh, karet, kakao, dan kopi. Adapun lahan perkebunan di Jabar yang baru terpakai hanya untuk komoditas kopi 35.000 ha (7%), kakao 8.500 ha (1,7%), sawit 17.300 ha (3,5%), karet 57.000 ha (11,5%).
Sementara itu, langkah pemerintah pusat yang akan fokus terhadap empat komoditas unggulan di dalam negeri tetap perlu dikuatkan, yang diperluas dengan diversifikanya. "Tapi untuk Jabar tetap harus ada lagi yang diunggulkan, agar bisa memiliki nilai tambah," tegasnya.
Kepala Dinas Perkebunan Jabar Arief Santosa mengakui luas perkebunan di provinsi tersebut terus berkurang akibat berbagai faktor. "Penurunan terjadi salah satunya alih fungsi lahan yang masih terjadi," ujarnya.
Dia mengungkapkan pemicu penurunan luas perkebunan juga dipengaruhi penggunaan benih unggul bersertifikat yang masih minim dan penurunan usaha tani. Di samping itu, intensitas OPT tinggi akibat faktor iklim, rendahnya daya saing produk, serta penguasaan pasar untuk hasil perkebunan masih terbatas.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya meningkatkan kembali luasan lahan perkebunan dengan giat menanam komoditas unggulan. "Kami fokus mengembangkan perkebunan di Jabar agar kembali berdaya saing dengan wilayah lain dengan mengandalkan komoditas unggulan," katanya.