Bisnis.com, PADANG - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendesak pemerintah daerah membatalkan Peraturan Daerah (Perda) yang menghambat investasi di sektor perkebunan kelapa sawit.
Sumarto, Ketua Bidang Advokasi Gapki menyebutkan di sejumlah daerah banyak perda yang bertentangan dengan prinsip kemudahan investasi yang kini tengah digalakkan pemerintah, seperti di Sumatra Barat.
“Ada di Pasaman Barat misalnya, perusahaan harus setor 10% produk cangkangnya ke pemda. Kami minta Gubernur Sumbar mencabut perda yang menghalangi investasi di sektor perkebunan sawit ini,” ujarnya di Padang, Sabtu (18/6/2016).
Menurutnya, keberadaan perda-perda yang menghambat investasi di bidang perkebunan sawit itu bertentangan dengan instruksi Menteri Dalam Negeri yang meminta pemda mencabut perda yang menghambat investasi.
Dia mencontohkan seperti di Pasaman Barat, Perda No.5/2014 yang mengatur tentang limbah padat dan cangkang sawit, merugikan perusahaan karena adanya aturan pungutan 10% produk cangkang perusahaan disetorkan ke pemda.
“Ini jelas keliru, cangkang itu bukan limbah, tapi memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Jika kami patuhi, nanti produk turunan lainnya juga dikatakan limbah, seperti serbuk dan janjang,” kata Sumarto.
Dia menyebutkan kebijakan tersebut membuat perusahaan sawit di daerah itu kesulitan menjalankan usahanya, karena tidak semua perusahaan menjual cangkal ke luar. Sebagian besar malah menggunakan cangkang untuk kebutuhan energi perusahaan.
Artinya, imbuh Sumarto, jika diserahkan pada pemkab, maka perusahaan sawit akan kesulitan memenuhi kebutuhan cangkang untuk operasional perusahaan.
“Kawan-kawan di Pasaman Barat kadang harus menumpuk cangkang sawitnya di perusahaan. Karena dibawa keluar dicegat Pol PP. Untuk sementara, iya kami minta perusahaan bayar dulu, jangka panjang ini tidak bagus buat investasi,” katanya.
Dia mengungkapkan sebelum lahirnya perda tersebut, Pemkab Pasaman Barat sudah menerbitkan Perda No.16/2012 yang isinya meminta 70% produk cangkang perusahaan diserahkan ke perusahaan daerah PT Mekar Jaya Madani. Namun perda tersebut tidak diloloskan Kementerian Dalam Negeri.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pemkab dan perusahaan, dia meminta pemerintah provinsi minindaklanjuti laporan tersebut. Perkiraannya satu perusahaan harus mengeluarkan Rp40 juta per bulan untuk setoran cangkang.
Apalagi, rerata produk cangkang perusahaan sawit di Pasaman Barat mencapai 100 ton per bulan untuk satu perusahaan. Setidaknya terdapat tujuh perusahaan sawit yang beroperasi di daerah itu dengan luas lahan yang beragam.
Selain soal cangkang, Gapki juga mengkritisi kebijakan tagihan izin hinder ordonnantie (HO) yang dianggap merugikan perusahaan.
“Ada juga [Anggota Gapki] dimintai biaya izin HO sampai Rp10 miliar. Ini nilainya sama dengan mendirikan satu kebun sawit, apalagi izin HO tidak perlu berulang-ulang lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan pembatalan 3.143 Perda dan peraturan kepala daerah (Perkada) yang dinilai menghambat investasi serta kemudahan berusaha di daerah.
Pembatalan Perda dan Perkada tersebut bertujuan menyesuaikan visi dan sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah, sehingga untuk jangka panjang memudahkan menyiapkan diri dalam persaingan bebas antarnegara.