Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan menegaskan pelaksanaan pengawasan kegiatan bongkar muat barang hanya mengacu dan berpedoman pada UU No. 17/2008 tentang Pelayaran.
Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi No. 74/PUU-VIII/2010 tanggal 21 Desember 2011 serta amar putusan Pengadilan No. 6/Pid.Prap/2016/PNSmg-Pengadilan Semarang tertanggal 28 Juni 2016.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub No. UM.003/53/4/DTPL-16 yang ditandatangani Dirjen Hubla Kemenhub Tonny Budiono pada 21 Juli 2016 kepada Otoritas Pelabuhan, Kantor Pelabuhan Batam, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), serta Unit Penyenggara Pelabuhan.
SE Dirjen Hubla itu juga berkenaan dengan adanya surat Ombudsman RI No. 678/ORI-SRT/VII/2016 tertanggal 11 Juli 2016 prihal peninjauan kembali surat Ombudsman RI No. 098/ORI-SRT/II/2016 pada 15 Februari 2016 perihal saran dan perbaikan, agar sementara tidak dijadikan salah satu konsideran dalam penyusunan peraturan perundangan kegiatan bongkar muat.
Dengan adanya SE Dirjen Hubla tersebut juga diharapkan dapat menyamakan persepsi dan pola tindak serta menciptakan kelancaran pelaksanaan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
Menanggapi SE Dirjen Hubla Kemenhub itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sodik Hardjono mengatakan semua pihak mesti mengikuti dan menghormatinya.
“Dengan begitu semakin tegas bahwa UU No. 17 tentang Pelayaran menjadi panglima dalam pengawasan dan kegiatan bongkar muat di pelabuhan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (27/7/2016).
Sodik mengatakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku kegiatan bongkar muat di pelabuhan hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan bongkar muat yang didirikan khusus untuk kegiatan tersebut dan mengantongi perizinan.