Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah untuk secara konsisten melakukan importasi daging murah asal India diyakini akan menggeser preferensi konsumsi masyarakat dari daging sapi menjadi daging kerbau.
Bersamaan dengan penyesuaian ini, peternak lokal diyakini tidak akan mampu bersaing.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menyebut kebijakan pemerintah dalam mengatur harga daging hanya berorientasi pada konsumen, karena hanya mematok harga yang terbentuk di pasar.
“Padahal angka partisipasi konsumsi daging kan hanya 16%, pemerintah hanya pro kepentingan konsumen. Dalam 2-3 tahun, konsumen akan menyesuaikan diri dengan daging murah, lalu peternaknya tidak akan bisa bersaing,” kata Teguh di Jakarta, Senin (26/9).
Dia merujuk pada impor daging kerbau murah asal India yang tahun ini mencapai 80.000 ton. Selama 110 tahun menjadi negar ayang bebas penyakit mulut dan kuku (PMK), impor kerbau akhirnya mulai dibuka tahun ini dan 30.000 ton dipastikan masuk selama semester pertama 2017.
Daging tersebut dijual dengan harga Rp65.000 per kilogram atau sekitar setengah dari harga rata-rata daging di Jabodetabek yaitu Rp110.000-Rp115.000 per kg.
Teguh mencontohkan, peristiwa seperti ini juga sempat terjadi pada komoditas ayam kampung. pada 3-4 dekade lalu, sebagian besar masyarakat Indonesia mengonsumsi ayam kampung. Saat ini, komoditas itu tersingkir seiring dibukanya investasi ayam ras besar-besaran.
Belum lagi, pemerintah berencana memperluas distribusi daging kerbau sehingga kian banyak yang dapat mengakses sumber protein murah.
Menurut Teguh, kebijakan ini jelas mengancam keberadaan peternak lokal yang selama ini memasok 100% kebutuhan daerah.
“Dalam konteks harga, dengan distribusi dibatasi pun, daging murah tersebut akan tetap mengalir ke daerah-daerah lain. Yang namanya mekanisme pasar, begitu ada disparitas harga, orang-orang pasti langsung mencari keuntungan,” kata Teguh.
Senada, Ketua Harian Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi mengatakan kebijakan impor daging murah memang hanya berorientasi konsumen. Menurutnya, perlu ada kebijakan yang berorientasi hulu.
“Pemerintah lupa kalau peternak kita adalah peternak rakyat yang melakukan pemeliharaan dalam skala kecil. Dalam waktu dekat, mereka ini seperti tinggal menunggu bom waktu,” kata Asnawi.
Dia menyebut kelak masyarakat bisa terpengaruh dengan keberadaan daging kerbau yang murah, meski saat ini dampak itu belum terlihat karena sebagian besar konsumen masih cenderung mengonsumsi daging sapi.
Asnawi mencatat dengan kebijakan daging seperti saat ini, pemerintah justru kian menekan peran peternak lokal dalam memenuhi kebutuhan protein daging. Pasalnya, bisnis impor daging dan sapi bakalan sangat menggiurkan.
Menurut perhitungannya, dengan alokasi impor sapi bakalan sebanyak 700.000 ekor tahun depan dan impor daging yang dibuka lebar, belanja ternak pelaku usaha Indonesia tahun depan dapat mencapai Rp16,5 triliun.
Konsumsi Daging : Preferensi Masyarakat Diyakini Berubah
Kebijakan pemerintah untuk secara konsisten melakukan importasi daging murah asal India diyakini akan menggeser preferensi konsumsi masyarakat dari daging sapi menjadi daging kerbau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Dara Aziliya
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
12 jam yang lalu
Setelah GJTL, Giliran Saham ABMM Diborong Lo Kheng Hong
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
29 menit yang lalu
Ekonom: Harusnya Pengusaha Lebih Takut PPN 12% dibanding UMP 6,5%
2 jam yang lalu
Kemendag Pastikan Minyakita Tidak Kena PPN 12%, tapi 11%
2 jam yang lalu