Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah diminta segera mempertegas aturan transportasi berbasis aplikasi agar bisa segera membenahi transportasi publik.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi Unika Soegijapranata menyatakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar memberikan ketegasan pada penerapan aturan transportasi aplikasi.
"Ide untuk menggratiskan uji kelayakkan [KIR] dan mudahkan mendapatkan SIM [Surat Izin Mengemudi] sangat bertentangan dengan aturan yang sudah ada," ungkap Djoko kepada Bisnis, Minggu (9/10/2016).
Menurut Djoko, KIR tidak mungkin gratis karena urusan KIR di setiap daerah sudah ada Peraturan Daerah yang mengatur besaran retribusi setiap kendaraan yang akan di uji kelayakkan.
Dia menegaskan KIR berkaitan dengan keselamatan kendaraan. Dia pun menambahkan bahwa urusan KIR masih terjadi praktek yang tidak benar, itu persoalan lain yang harus segera ditindak bagi yang melanggar.
"Jika pemerintah memudahkan untuk mendapatkan SIM, menunjukkan pemerintah juga tidak taat pada aturan. Sekarang Korlantas [Korps Lalu Lintas] sedang menggalakkan upaya mendapatkan SIM dengan prosedur yang benar. Ikuti ujian, tidak lulus maka harus diulang," tuturnya.
Djoko juga menegaskan agar pengurusan SIM jangan didorong memakai calo karena SIM adalah urusan kompetensi. Dia menegaskan sopir angkutan berbasis aplikasi ataupun angkutan publik harus orang-orang yang berkompetensi dan diberikan SIM A dengan berbagai cara kemudahan.
"Menhub jangan menghabiskan energi di transportasi berbasis aplikasi saja sementara transportasi umum di daerwh yang juga beraplikasi tidak diurus secara serius," terangnya.
Djoko menyarakan agar Menhub memberikan dua pilihan bagi pengelola taksi aplikasi yaitu; mengikuti aturan atau dilarang sama sekali jika tak mau mengikuti Peraturan Menteri Nomor 32/2016.
Ketegasan itu dipandang sangat penting diterapkan mengingat saat ini lebih dari 20 di Indonesia sudah menghadirkan bus rapid transit (BRT) tetapi baru sebatas output yang masih jauh dari harapan untuk mencapai outcome.
"Yang terjadi saat ini, BRT rasa angkutan, masih menggunakan karcis kertas dengan pembayaran langsung, masih ada celah korupsi," sambungnya.
Program BRT telah berjalan 10 tahun lebih sejak diluncurkan BRT di Batam 2004. Namun bukannya ada alihan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, malah kota kota yang mendapat bantuan armada BRT menambah kemacetan lalu lintas kota.
"Kelemahan program transportasi umum di daerah adalah masalah kelembagaan dan kualitas SDM pengelola. Dan ini hrs segera dibenahi, tugas berat Menhub sekarang," jelasnya.
Tidak cukup setahun membenahinya, kata Djoko. Hal ini harus pararel bersamaan dengan penataan transportasi umum di daerah. Bukan sekadar buat Masterplan atau Rencana Jaringan Transportasi Umum, tetapi mengkondisikan dengan usaha transportasi di daerah yang sudah ada agar tidak terjadi gejolak.
"Jika sampai akhir 2017 bekum nampak capaian outcome, dapat dipastikan program transportasi umum di daerah yang merupakan Program Nasional Presiden Joko Widodo di daerah akan gagal," paparnya.