Bisnis.com, JAKARTA - Volume pengiriman barang melalui moda udara di 26 bandara yang dikelola BUMN tercatat sebanyak 778.663 ton sepanjang Januari-September 2016, turun 3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dari total volume tersebut, PT Angkasa Pura II melayani sebanyak 510.926 ton, atau turun 8% dari periode yang sama tahun lalu. Berbanding terbalik, volume kargo PT Angkasa Pura I justru tumbuh 9% dengan volume kargo yang dilayani sebanyak 267.736 ton.
Wakil Ketua Umum Angkutan Udara Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Arman Yahya menilai realisasi volume kargo udara yang turun tipis di Indonesia itu disebabkan belum membaiknya perekonomian global.
“Saya pikir ini [penurunan volume kargo] lebih banyak dipengaruhi kondisi global, karena untuk kargo udara domestik, sampai saat ini masih cukup baik, jauh lebih stabil, terutama di Indonesia Timur,” katanya di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Arman mengatakan perekonomian Indonesia pada sembilan bulan pertama tahun ini terus membaik. Hal itu didorong dari membaiknya kinerja dari beberapa komoditas utama nasional seperti batu bara, kelapa sawit dan lain sebagainya.
Selain itu, sambungnya, pemerintah juga terus melakukan upaya percepatan pembangunan di wilayah timur, sehingga ikut mendorong perekonomian daerah. Alhasil, daya beli masyarakat pun juga ikut terangkat.
“Jadi tidak salah kalau volume kargo udara di wilayah timur itu meningkat, karena memang banyak rute baru, termasuk kenaikan frekuensi terbang. Apalagi didorong dengan daya beli yang meningkat, tentunya arus barang juga ikut melonjak,” tuturnya.
Sekadar informasi, untuk pertamakalinya, wilayah timur Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi hingga 6,05% sepanjang paruh pertama tahun ini, atau lebih besar dari pertumbuhan ekonomi di wilayah barat sebesar 4,84%.
Melihat kondisi tersebut, Arman menilai pelaku logistik tidak perlu was-was akan kehilangan pendapatan. Menurutnya, penurunan volume kargo udara sebesar 3% masih wajar, mengingat kondisi ekonomi global saat ini belum stabil.
“Saya kira, kita enggak usah mengeluh, memang tren ekonomi global saat ini sedang naik turun. Kisaran turun sampai 5% juga masih dianggap wajar. Oleh karena itu, lebih baik fokus domestik karena disana masih ada peluang tumbuh,” ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Arman, pemerintah juga diharapkan untuk ikut mendorong arus pergerakan kargo udara internasional dengan cara membuka pasar baru. Dia meyakini pasar internasional juga masih menjanjikan.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Angkasa Pura I Israwadi mengatakan kinerja arus pengiriman barang di bandara-bandara yang dikelola Angkasa Pura I pada sembilan bulan pertama tahun ini terbilang moderat.
“Realisasi volume kargo itu juga sejalan dengan pertumbuhan arus penumpang sebesar 17%. Kami memperkirakan kontribusi kargo terhadap pendapatan setelah konsolidasi dengan anak perusahaan mencapai 4,53% tahun ini,” katanya.
Israwadi menjelaskan pertumbuhan volume kargo juga didorong dengan semakin banyaknya maskapai yang menggunakan pesawat berbadan besar (widebody), terutama yang mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.
Sekadar informasi, volume kargo udara di Bandara Ngurah Rai sepanjang periode Januari-September 2016 mencapai 30.341 ton, naik 39% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 21.882 ton.