Bisnis.com, JAKARTA – Akselerasi belanja pemerintah diyakini mampu mengkatrol realisasi penerimaan pajak atas konsumsi yang saat ini masih terkontraksi.
Yon Arsal, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak (DJP) mengatakan realisasi pos pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga akhir Oktober senilai Rp307,27 triliun, lebih rendah 0,68% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Masih terkontraksinya pos penerimaan PPN disebabkan masih belum pulihnya kinerja impor sehingga mengakibatkan pajak konsumsi impor masih minus 9,4%. Kinerja ini membelenggu performa pos pajak ini kendati PPN dalam negeri masih tumbuh 3,04%.
Pihaknya masih optimistis kinerja pajak atas konsumsi ini akan tetap tumbuh walaupun tidak akan mencapai 10%. Salah satu penopang yang diharapkan yakni meningkatnya volume belanja pemerintah pusat dan daerah menjelang akhir tahun.
“Pencairan anggaran pemerintah, walau sudah dipacu di awal, tapi di belakang ini masih dominan terutama untuk PPN,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga masih berharap dari sektor usaha rokok. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan permintaan pita cukai hasil tembakau (HT) setelah pemerintah mengeluarkan beleid kenaikan tarif cukai 2017 pada bulan lalu.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan pos PPN dan PPnBM ini merupakan uncontrollable revenue karena sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi termasuk permintaan global dan domestik.
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) berpendapat siklus dari peningkatan pos pajak atas konsumsi pada akhir tahun memang biasanya tertopang dari penyerapan anggaran pemerintah.
“Di sisa akhir tahun, mau tidak mau memang berharap dari belanja pemerintah. Lalu sektor-sektor yang tumbuh seperti jasa, maksimalkan PPN. Seharusnya bisa karena ekonomi tumbuh,” katanya.
Belanja Pemerintah Diyakini Perbaiki Pajak Pertambahan Nilai
Akselerasi belanja pemerintah diyakini mampu mengkatrol realisasi penerimaan pajak atas konsumsi yang saat ini masih terkontraksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Kurniawan A. Wicaksono
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
5 jam yang lalu