Bisnis.com, JAKARTA—Para pelaku usaha angkutan sungai, danau, dan penyeberangan menilai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) angkutan Ferry jarak jauh sebaiknya untuk menambah jumlah dermaga di seluruh pelabuhan penyeberangan.
Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo berharap pemerintah tidak membiayai, memberikan subsidi, atau membangun kapal Ferry jarak jauh di lintas yang berhimpitan dengan lintas kapal penyeberangan swasta.
Dia mengungkapkan pemerintah sebaiknya menggunakan dana tersebut untuk membangun infrastruktur dermaga karena hampir semua lintasan penyeberangan yang ada terjadi kekurangan dermaga.
“Sudilah kiranya pemerintah melihat kondisi kami. Jika betul bisa terjadi kapal Ferry itu, Surabaya-lembar akan berhimpit dengan kapal kami dari Ketapang – Gilimanuk dan Padangbai – lembar,” kata Khoiri, Jakarta, Senin (21/11).
Saat ini, dia mengatakan, jumlah kapal penyeberangan yang ada di seluruh pelabuhan penyeberangan di Indonesia lebih banyak dari jumlah dermaga yang ada. kondisi tersebut, paparnya, membuat utilitas kapal para pengusaha tidak maksimal.
Dia mencontohkan saat ini jumlah kapal penyeberangan di pelabuhan Merak-Bakauheni sudah mencapai 59 kapal. Sementara dermaga yang ada di Pelabuhan Merak dan Bakauheni masing-masing hanya sebanyak lima dan enam dermaga.
Padahal, dia melanjutkan jumlah kapal yang dapat masuk dalam satu dermaga maksimal 5 kapal. Oleh karena itu, maksimal kapal yang bisa masuk di Pelabuhan Merak hanya 25 kapal penyeberangan.
Dia mengungkapkan kondisi tersebut membuat utilitas kapal-kapal penyeberangan lintas Merak-Bakauheni hanya mencapai 12 hari dalam satu bulan. Padahal, dia mengungkapkan utilitas kapal-kapal penyeberangan tersebut seharusnya mencapai 25 hari dalam satu bulan.
Rendahnya utilitas kapal-kapal penyeberangan yang ada, dia mengungkapkan membuat para pengusaha mengalami kerugian karena kehilangan 13 hari pendapatan.
Dia mengatakan para pelaku usaha tetap harus mengeluarkan biaya meskipun kapal penyeberangan tidak beroperasi.
Tidak hanya itu, dia mengatakan waktu tempuh dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di lintas penyeberangan menjadi lebih lama.
Dia mencontohkan, saat ini waktu tempuh kapal penyeberangan dari Merak ke Pelabuhan Bakauheni atau sebaliknya hingga bersandar lebih lama dari 90 menit.
Dia menjelaskan, kondisi tersebut juga membuat beban biaya operasional kapal membengkak dari sebelumnya. Adapun terkait dengan berapa besar kerugian para pelaku usaha, Khoiri tidak menyebutkan angka pastinya.
Kemudian, dia menambahkan jumlah dermaga yang tidak sesuai dengan jumlah kapal kerap membuat antrean panjang truk-truk yang ingin masuk kapal di beberapa pelabuhan seperti Ketapang-Gilimanuk dan Padangbai-Lembar.
Selain membangun infrastruktur dermaga, dia berharap pemerintah juga merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 80 tahun 2015 tentang perubahan atas PM 26/2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan.
Peraturan tersebut, dia menilai membuat siapa pun mudah mendapatkan izin penyelenggaraan angkutan penyeberangan.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai PT ASDP Indonesia Ferry bisa menggandeng swasta terkait dengan operasional Ferry jarak jauh jika kapal yang dimilikinya terbatas.
Dia mengungkapkan lintasan penyeberangan Ketapang-Gilimanuk dan Padangbai-Lembar belum tentu mati dengan adanya Ferry jarak jauh Surabaya – Lembar karena harga yang ditawarkan belum tentu kompetitif.
Angkutan Ferry Jarak Jauh Butuh Infrastruktur Dermaga
Para pelaku usaha angkutan sungai, danau, dan penyeberangan menilai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) angkutan Ferry jarak jauh sebaiknya untuk menambah jumlah dermaga di seluruh pelabuhan penyeberangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Yudi Supriyanto
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
10 jam yang lalu