Bisnis.com, JAKARTA - Dana repatriasi yang berhasil dijaring dari program pengampunan pajak atau tax amnesty tahap I sebesar Rp143 triliun dinilai masih sangat kecil dan tidak sebanding dengan besarnya uang milik masyarakat yang disimpan di luar negeri yang besarnya mencapai Rp11.000 triliun.
Presiden Joko Widodo dalam sambutan pada Sosialisasi Tax Amnesty Periode Kedua, di Platinum Hotel, Balikpapan, Kalimantan Timur, mengungkapkan ada dana sebesar Rp11.000 triliun milik masyarakat kita yang disimpan di luar negeri.
Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setahun kurang lebih Rp2.000 triliun. Hanya saja, untuk menarik uang itu ke dalam negeri, Presiden menilai diperlukan syarat-syarat agar yamg memiliki uang juga merasa nyaman membawa uangnya masuk ke Indonesia.
Sementara, program pengampunan pajak periode pertama, kendati dinilai sebagai amnesti pajak yang terbaik di dunia, tetapi baru bisa menarik dana sebesar Rp143 triliun yang dinilai masih kecil jika dibandingkan dana milik masyarakat Indonesia yang disimpan di luar negeri
“Uangnya menurut saya masih kecil, kecil. Yang repatriasi baru Rp143 triliun. Kecil banget. Sangat kecil,” kata Presiden dalam sambutannya seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Senin (5/12/2016).
Kendati demikian, Kepala Negara mengungkapkan program pengampunan pajak periode pertama saja sudah 30,88% dari produk domestik bruto (PDB).
“Ini adalah angka yang besar. Dan alhamdulillah berdasarkan tebusan, angkanya hampir mendekati Rp100 triliun, sudah Rp99,2 triliun. Angka yang juga sangat besar sekali.”
Presiden juga menilai besarnya angka tebusan yang dibayar wajib pajak itu menunjukkan masyarakat dunia usaha percaya pada pemerintah. Namun, Presiden mengingatkan angka tersebut masih kurang karena masih ada dana yang besar sekali yang diparkir di luar negeri.
Mantan Wali Kota Solo ini juga mengingatkan pada 2020 nanti akan ada keterbukaan informasi antarnegara, keterbukaan pertukaran informasi antarnegara sehingga semua pihak yang memiliki dana di luar negeri akan terbuka nantinya.
“Ibu punya uang ditaruh di Singapura kita juga ngerti, meskipun sekarang tidak tahu. Nanti akan terbuka, pada 2018 nanti semua negara sudah tanda tangan untuk blak-blakan semua,” ujarnya.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan saat ini adalah momentum yang untuk untuk terbuka. Apalagi, lanjutnya, tarif tebusan pada periode kedua juga masih rendah hanya sebesar 3%. Angka tersebut, menurut Presiden sangat kecil jika dibandingkan negara lain yang mematok tarif tebusan sebesar 25% hingga 30%.
Adapun untuk Kalimantan, Presiden Jokowi mengemukakan, dari 1,3 juta wajib pajak, baru 23.000 wajib pajak yang mengikuti amnesty. “Nggak ada 2%, hanya 1,8%.”
Oleh karena itu, Presiden Jokowi mengajak wajib pajak di Kalimantan untuk mengikuti program tax amnesty periode kedua. Pasalnya, selain diberi kesempatan, negara juga membutuhkan dana untuk meningkatkan daya saing.
“Kalau tidak, nanti kalau tax amnesty sudah tidak ada pada akhir Maret 2017, dendanya sangat tinggi sekali. Itulah ketentuan dan aturan perpajakan yang ada,” katanya.
Menurut Presiden, sekarang kita membutuhkan uang itu karena negara kita butuh daya saing. Peringkat tingkat kemudahan berusaha Indonesia meskipun meloncat tinggi dari 106 menjadi 91, tetapi rangkingnya masih jauh dari target yakni berada di ranking 40.
Adapun, indeks daya saing kita, lanjut Presiden Jokowi, masih di bawah Singapura, Malaysia, Thailand. Ini kondisi riil yang perlu disampaikannya kepada masyarakat terutama dunia usaha. “Inilah posisi kita yang perlu kita benahi, yang perlu kita perbaiki,” ujarnya.