Bisnis.com, Jakarta—Kementerian Keuangan memastikan pemutusan segala hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank, N.A, tidak berdampak besar pada penjualan surat berharga negara maupun layanan bank yang bermarkas di New York, Amerika Serikat itu, sebagai salah satu bank persepsi.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan bank yang menjadi agen penjual surat utang negara masih memadai. Total bank sebagai dealer utama Surat Utang Negara (SUN) saat ini masih menyisakan 19 bank. Menurutnya, pemerintah tidak perlu menambah bank lainnya untuk menggantikan posisi JP Morgan Chase Bank, N.A.
Sementara itu, bank persepsi yang aktif masih sekitar 60 bank. Peran JP Morgan Chase Bank, N.A, sebagai bank persepsi berakhir pada 1 Januari 2017. Dia menuturkan masa berlaku pemutusan kemitraan itu bisa berakhir hingga JP Morgan Chase Bank, N.A, dinyatakan layak kembali menjalin hubungan dengan pemerintah.
“Kita cabut pertama sebagai dealer utama SUN, sebagai peserta lelang surat utang syariah negara, sebagai anggota panel join lead underwriter untuk menerbitan global bond, dan sebagai penerima pajak bank persepsi,” katanya, di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Robert bersikukuh bahwa hasil riset oleh JP Morgan tidak kredibel dan akurat. Hasil riset lembaga ini dinilai berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan nasional. Pada November 2016, lembaga itu mengeluarkan rekomendasi Indonesia terkait alokasi portofolio bagi investor dari level Overweight menjadi Underweight.
“Hasil riset tersebut sangat dipertanyakan karena kelihatannya dilakukan enggak berdasar penilaian yang akurat dan kredibel,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan riset yang dikeluarkan lembaga itu pada November 2016 silam dianggap tidak kredibel. Langkah yang dilakukan JP Morgan – dengan menurunkan rekomendasi Indonesia dari Overweight menjadi Underweight – dinilai tidak berdasar.
“Analisis mereka enggak kredibel aja. Buktinya minggu yang lalu Fitch malah menaikkan outlook rating Indonesia dari stable ke positive. Yang dilakukan JPM di November kemarin dasarnya kita ragukan,” jelasnya.
Dalam riset tersebut, JP Morgan juga memangkas rekomendasi Brazil dari Overweight menjadi Neutral dan rekomendasi Turki dari Neutral menjadi Underweight. Pasalnya, setelah pemilu Amerika Serikat, yield tenor sepuluh tahun naik menjadi 2,15% dari sebelumnya 1,85%.
Kenaikan volatilitas ini mendongkrak risiko premium emerging market, seperti credit default swaps Brazil dan Indonesia. Kondisi ini pada giliarannya berpotensi menghentikan atau membalikkan arus dana dari emerging market.