Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) mencemaskan kelangsungan usahanya menyusul hadirnya Peraturan Menteri Perhububungan (PM) No. 152/2016.
Beleid tersebut tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal, yang ditandatangani Menteri Perhubungan Budi Karya pada 19 Desember 2016.
Ketua Umum DPP APBMI M Fuadi mengemukakan beleid itu berpotensi membuat monopoli kegiatan bongkar muat oleh badan usaha pelabuhan (BUP) di seluruh wilayah pelabuhan Indonesia dan mengerdilkan peran perusahaan bongkar muat (PBM).
"Kami sudah sampaikan persoalan ini secara resmi kepada Kadin Indonesia maupun Menko Perekonomian saat audiensi dan rapat kordinasi dengan pengurus APBMI pekan lalu," ujarnya kepada Bisnis di sela-sela rapat pleno DPP APBMI di Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Rapat pleno DPP APBMI itu diikuti pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) APBMI di seluruh Indonesia. Fuadi mengemukakan hasil rapat pleno asosiasi itu selain menyepakati bahwa APBMI mendesak agar PM 152/2016 di cabut atau direvisi.
Mereka juga meminta Kemenhub untuk meninjau ulang aturan pengenaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bongkar muat sebesar 1% dari ongkos pelabuhan pemuatan/ongkos pelabuhan tujuan (OPP/OPT). "Jadi ada dua tuntutan kami ke Kemenhub yakni agar merevisi atau mencabut PM 152/2016 dan meninjau ulang pengenaan PNBP bongkar muat barang di pelabuhan," tuturnya.
Fuadi mengatakan berdasarkan kajian APBMI, pemberlakuan PM 152/2016 selain bertolak belakang dengan UU No. 17/2018 tentang Pelayaran.
Selain itu, juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20/2010 tentang Angkutan di Perairan, khususnya pada Pasal 80 ayat (2) yang mengamanatkan kegiatan usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk itu.
Sesuai dengan PP 20 itu, katanya, kegiatan usaha bongkar muat barang merupakan kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar dan muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/delivery.
Fuadi mengatakan penaan PNBP bongkar muat di pelabuhan justru bakal mendongkrak biaya logistik melalui angkutan laut yang pada akhirnya menjadi beban pemilik barang. Padahal, imbunya, selama ini pengawasan kegiatn bongkar muat sudah dilakukan oleh operator pelabuhan maupun tenaga kerja bongkar muat (TKBM).
Dia mengatakan untuk menyukseskan program pemerintah dalam menurunkan biaya logistik, perusahaan bongkar muat juga sudah melakukan investasi berbagai peralatan di pelabuhan guna percepatan arus barang.
Oleh karena itu, ujar Fuadi, dalam waktu dekat asosiasi yang dinakhodainya tersebut akan beraudiensi dengan manajemen Pelindo I-IV selaku BUP dalam rangka menyamakan persepsi business to business (b-to-b) antara PBM dan BUP. "Pekan depan kami sudah dijadwalkan beraudiensi dengan manajamen Pelindo IV dan Pelindo I," ujar dia.
Ketua APBMI DKI Jakarta Juswandi Kristanto mengatakan keberadan PM 152/2016 dinilai tidak mendukung spirit UU Pelayaran karenanya pemerintah perlu mendengar keluhan pengusaha bongkar muat.