Bisnis.com, JAKARTA—Total produksi gas Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ) saat ini dilaporkan hanya berkisar 16 – 17 MMscfd, menurun jauh dari capaian selama 2012-2014 yang bisa mencapai rata-rata 30 MMscfd.
General Manager JOB PPEJ Akbarsyah mengatakan pada saat produksi gas mencapai puncaknya dan PT Gasuma belum mampu menyerap, JOB PPEJ menggunakan alat bernama EHTF (Enclosed High Temperature Flare) untuk mengurangi dampak paparan panas dan cahaya yang ditimbulkan pada lingkungan saat dilakukan pembakaran gas buang tersebut.
“Saat itu produksi minyak di atas 35.000 barel per hari. Jadi produksi gasnya juga besar. Kini produksi minyak tinggal sekitar 12.000 – 13.000 barel per hari. Jadi produksi gas juga turun drastis,” katanya dalam siaran pers, Selasa (7/2/2017).
Dari total 16 – 17 MMcsfd itu, lanjut Akbarsyah, sekitar 12 – 13 MMscfd dibeli oleh PT Gasuma yang beroperasi efektif pada awal 012.
Pada tahun awal beroperasi, PT Gasuma membeli antara 10-12 MMscfd dari total produksi gas yang bisa mencapai 30 MMscfd, kemudian pada awal 2013 bisa meningkat sampai 14 – 16 MMscfd dengan total produksi gas sekitar 25 MMscfd, dan selanjutnya menurun bahkan di bawah 10 MMscfd dikarenakan terjadinya penurunan produksi gas ikutan di CPA.
Selama itu, sisa gas yang tidak dapat dimanfaatkan oleh Gasuma maupun keperluan untuk bahan bakar pembangkit listrik internal terpaksa harus dibakar.
Kini saat produksi gas JOB PPEJ turun menjadi sekitar 16 – 17 MMscfd, lanjut Akbarsyah, kemampuan PT Gasuma menyerap gas justru meningkat. Rata-rata menyerap 12 – 13 MMscfd.
Memasuki 2017, tepatnya pada 24 Januari 2017 setelah dilakukannya modifikasi dan inovasi di fasilitas pemrosesan gas CPA, PT Gasuma menambah serapan (feed gas) 0,8 dari gas flare Lapangan Mudi.
“Karena itu dampak flare dari Lapangan Mudi sejak awal 2017 terus mengecil di bawah ambang batas. Apalagi setelah yang 0,8 MMscfd juga diserap oleh PT Gasuma,” katanya.
Ditambahkan, produksi gas JOB PPEJ tidak bisa dijual semua ke Gasuma karena JOB PPEJ tetap membutuhkan sekitar 5 - 6 MMscfd untuk mendukung proses produksi seperti treatmen minyak di fasilitas CPA dan lokasi-lokasi sumur Mudi dan juga untuk kebutuhan tenaga listrik internal.
Gas yang diproses internal itu diolah untuk membuang kandungan sulfur dan H2S dalam alat yang bernama Sulfur Recovery Unit (SRU) untuk mendapatkan gas bersih (dry gas) sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
“Dari proses ini masih tersisa gas kotor sekitar 2 – 3 MMscfd yang bertekanan sangat rendah sekitar 2 Psi. Gas inilah yang kini sedang diupayakan agar bisa diserap juga oleh PT Gasuma agar mencapai zero gas flare,” paparnya.