Bisnis.com, JAKARTA - Pembudidaya mengungkapkan ekspor ikan kerapu belum pulih kendati aturan pengangkutan ikan hidup sudah dilonggarkan.
Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) Effendi mengatakan manfaat pelonggaran mungkin dirasakan oleh daerah yang benar-benar menjadi sentra produksi kerapu berskala besar, seperti Lampung, Belawan, Natuna, dan Bali.
Namun, relaksasi itu tidak mengurai hambatan pengangkutan di sentra-sentra budidaya berskala lebih kecil, seperti Sibolga, Padang, Nias, Mentawai, dan Simeulue. Frekuensi kapal masuk tetap berkurang.
Pasalnya, dalam satu trip (perjalanan), kapal pengangkut hanya diizinkan memuat ikan dari satu pelabuhan muat singgah, tidak boleh dari beberapa pelabuhan.
"Kapal tidak mau masuk lagi berhubung jumlah ikan tidak mencapai, sementara kapal tidak boleh tambah muatan ke tempat lain," kata Effendi saat dihubungi, Jumat (2/6/2017).
Di sisi lain, kapal pengangkut yang dijanjikan Perum Perikanan Indonesia (Perindo), yang digadang-gadang akan memuat dari sentra-sentra kecil kerapu, hingga kini belum ada.
Ikan-ikan yang tak terangkut itu tidak laku di pasar domestik. Pembudidaya pun tidak sanggup lagi memberi pakan karena cash flow tersendat. Akibatnya, kata Effendi, pembudidaya di beberapa sentra gulung jaring dan beralih usaha menjadi buruh atau kembali lagi menjadi nelayan pancing. Mereka yang bermodal besar beralih ke usaha pembesaran kepiting.
"Pembudidaya trauma. Untuk membangkitkannya sudah sulit," ungkapnya.
KKP awalnya melakukan penghentian sementara penerbita izin kapal pengangkut ikan hidup awal 2016 sebagai bagian dari pemberantasan illegal fishing. Moratorium izin itu berujung pada pengetatan aturan kapal pengangkut ikan hidup melalui Peraturan No 15/Permen-KP/2016 yang berlaku mulai April 2016.
Melalui peraturan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membatasi ukuran kapal pengangkut maksimum 300 gros ton dan hanya memperbolehkan kapal asing enam kali setahun mengangkut ikan hidup dari satu pelabuhan muat singgah. Kapal pengangkut tak boleh lagi masuk ke kawasan-kawasan budidaya.
Setelah beleid berlaku, pembudidaya dan eksportir kerapu mengeluh karena membuat tidak ada kapal yang datang mengangkut sehingga stok ikan siap panen menumpuk di lokasi pembudidayaan. Sebelum regulasi itu diterbitkan, kapal angkut asing bebas keluar-masuk ke wilayah perikanan Indonesia tanpa pembatasan frekuensi.
Data BPS menyebutkan volume ekspor ikan hidup hasil budidaya selama Januari-Juli 2016 hanya 3.559,9 ton alias anjlok 39,7% dari pencapaian periode sama tahun lalu. Dari segi nilai, pengapalan ikan hidup hasil budidaya turun 8,3% (y-o-y) menjadi US$19,3 juta pada periode itu.
Empat bulan kemudian, Susi melonggarkan aturan melalui Permen KP No 32/Permen-KP/2016 dengan menaikkan batas maksimum bobot kapal pengangkut menjadi 500 GT dan memperbolehkan kapal asing 12 kali setahun mengangkut ikan hidup dari enam pelabuhan muat singgah.
Hingga tahun ini, ekspor belum pulih. Data BPS menyebutkan volume pengapalan ikan hidup hasil budidaya selama Januari-Februari 2017 hanya 771,2 ton alias anjlok 49,4% dari realisasi periode sama tahun lalu. Dari segi nilai pun, ekspor ikan hidup hasil budidaya turun 12,6% (y-o-y) menjadi US$4,8 juta. Penurunan ekspor komoditas itu terutama terjadi ke Hong Kong, China, Malaysia, Jepang, Korea, dan Filipina. Ekspor ke China misalnya jatuh 50,2% dari 1.061,7 ton ke posisi 528,3 ton.
Aturan Dilonggarkan, Budidaya Kerapu Tetap Lunglai
Pembudidaya mengungkapkan ekspor ikan kerapu belum pulih kendati aturan pengangkutan ikan hidup sudah dilonggarkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Andhika Anggoro Wening
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
30 menit yang lalu
MA Tolak Permohonan Kasasi Sritex, Wamenaker Noel Bilang Begini
1 jam yang lalu