Bisnis.com, TOKYO – Pemerintah Indonesia memberikan perpanjangan kontrak kepada Inpex Masela Limited, operator Blok Masela, selama 20 tahun plus 7 tahun untuk terus menggarap wilayah migas yang berlokasi di Laut Arafuru, Maluku.
Inpex mendapatkan kontrak Blok Masela selama 1998—2028 atau selama 30 tahun. Kontrak Blok Masela akan berakhir pada 2028. Inpex Masela Ltd., anak usaha Inpex Corporation, diminta untuk membangu kilang LNG darat.
Dengan perpanjangan 20 tahun plus tambahan waktu 7 tahun, operasi Inpex di Masela akan berlanjut hingga 2055.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan, pada prinsipnya pemerintah menyetujui tiga hal terkait dengan proyek Blok Masela.
“Pertama, memberikan perpanjangan 20 tahun kepada Inpex karena sudah hampir habis masa kontraknya. Ditambah dengan 7 tahun sebagai kompensasi mengubah skema pengembangan kilang LNG terapung [floating] menjadi kilang darat,” tuturnya seusai bertemu dengan Presiden Direktur dan CEO Inpex Corp. Toshiaki Kitamura di Tokyo, Selasa (16/10).
Kedua, pemerintah tetap meminta Inpex untuk mengembangkan LNG di darat sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo pada Maret 2016.
Ketiga, pemerintah memberikan keleluasaan kepada Inpex untuk memilih sendiri lokasi tempat pembangunan kilang LNG darat tersebut.
Jonan yang dalam pertemuan didampingi antara lain oleh Utusan Khusus Presiden untuk Jepang Rachmat Gobel, Dirjen Migas Ego Sahrial, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha, menyatakan bahwa kapasitas kilang dan jumlah volume pipa gas masih belum berubah.
Masih terjadi perbedaan antara pemerintah dan Inpex terkait dengan kapasitas LNG dan gas pipa. Pemerintah menghendaki agar kapasitas kilang LNG sebesar 7,5 juta ton per tahun (mtpa), sedangkan Inpex meminta tambahan kapasitas menjadi 9,5 mtpa.
Sementara itu, volume pipa gas yang diinginkan pemerintah untuk Blok Masela adalah 475 juta kaki kubik per hari (MMscfd), sedangkan Inpex meminta volume pipa gas hanya 150 MMscfd.
Inpex menjadi operator Blok Masela dengan kepemilikan saham 65% dan Shell Upstream Overseas Services sebanyak 35%. Pemerintah Indonesia berharap agar Inpex bisa segera memulai proyek lapangan gas tersebut.
Sebelumnya juga terjadi perbedaan soal kompensasi atas perubahan kilang terapung ke kilang darat. Inpex meminta kompensasi berupa tambahan waktu operasi selama 10 tahun, tetapi pemerintah memberikan 7 tahun.
Akhirnya, pemerintah menetapkan tambahan waktu operasi 7 tahun sebagai kompensasi atas waktu yang dihabiskan Inpex dalam mengkaji kilang LNG terapung. Pasalnya, Inpex harus melakukan kajian ulang dari awal untuk membangun kilang LNG di darat.
Saat ini, Inpex sedang melakukan kajian prapendefinisian proyek atau pre front end engineering design (pre-FEED) setelah menerima surat perintah kerja dari SKK Migas.
Pascakunjungan Menteri ESDM ke Jepang pada 16 Mei 2017, telah disepakati bahwa pre-FEED dilakukan dengan satu opsi kapasitas produksi dan satu pulau. Adapun, pada surat perintah disebutkan bahwa kapasitas kilang LNG ditetapkan 9,5 mtpa dan produksi gas pipa sebesar 150 MMscfd.
Sebelumnya, Vice President Corporate Services Inpex Nico Muhyiddin mengatakan bahwa saat ini Inpex telah memulai persiapan kajian. Secara umum, dia menyebut Inpex yang menguasai saham partisipasi sebesar 65% dan Shell 35% menginginkan agar pengembangan awal dan pengimplementasian proyek pada cara ketekhnisan yang rasional dan memenuhi skala keekonomian. Hal itu pun, menurutnya, sejalan dengan keinginan pemerintah.
Pra-FEED akan menjadi tahapan penting untuk memformulasikan revisi rencana pengembangan lapangan (PoD). Seperti diketahui, sebelumnya revisi PoD dilakukan untuk menambah kapasitas produksi LNG ketika masih menggunakan skema kilang terapung.
Namun, pada Maret 2016, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengubah skema pengembangan kilang LNG dari terapung menjadi darat. Alhasil, Inpex membutuhkan waktu untuk melakukan perubahan PoD pada skema yang baru.