Bisnis.com, JAKARTA - Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengharapkan pemahaman resistensi antibiotik dapat menjadi bagian kurikulum pada Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Syamsul Maarif mengatakan lembaga perguruan tinggi merupakan mitra kerja pemerintah yang berperan penting dalam penyediaan substansi berbasis bukti ilmiah, yang akan menjadi acuan bagi kebijakan pemerintah. Sehingga, masuknya pemahaman resistensi antibiotik ke kurikulum Fakultas Kedokteran Hewan, maka dapat mensosialisasikan bagaimana antimikroba digunakan secara bijak dan bertanggungjawab.
"Kami mengajak calon dokter hewan untuk peduli dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab untuk mengendalikan resistensi antimikroba di Indonesia," tuturnya ketika memberikan orasi pada Kuliah Umum (Studium General) "Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran Penggunaan Antimikroba yang Bijak dan Bertanggung Jawab" di Universitas Gajahmada, seperti dalam keterangan resmi pada Minggu (19/11).
Dia menyampaikan laporan di berbagai negara dunia mencatat adanya peningkatan laju resistensi dalam beberapa dekade terakhir. Namun disisi lain, penemuan dan pengembangan jenis antibiotik (antimikroba) baru berjalan sangat lambat. Artinya, pola peningkatan laju resistensi sudah berbanding terbalik dengan penemuan obat antimikroba baru.
"Kita harus mulai waspada dengan adanya rilis sebuah laporan global review pada tahun 2016 yang menggambarkan model simulasi, dimana kejadian resistensi antimikroba diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada tahun 2050, dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun, dan kematian tertinggi terjadi di kawasan Asia. Ini mungkin akan terjadi jika saat ini masyarakat internasional tidak memiliki upaya yang konkrit dalam pengendalian penggunaan antimikroba," imbuhnya.
Guna mengendalikan laju resistensi antimikroba, Ditjen PKH Kementerian Pertanian telah bersiaga dengan mempersiapkan pembentukan Komite Pengendali Resistensi Antimikroba di Kementerian Pertanian. Serta menyiapkan dokumen rencana aksi dan road map pengendalian resistensi antimikroba yang sejalan dengan rencana aksi nasional dalam kerangka kerja Kesehatan Terpadu (One Health).
"Sesuai tujuan stadium general ini, saya berharap baik dokter hewan maupun calon dokter hewan mulai untuk ikut peduli dan berkontribusi dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab untuk mengendalikan resistensi antimikroba di Indonesia," katanya mengajak.