Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bekerja sama dengan Universitas Paramadina dan Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU) pada Senin 30 Juni 2025, menyelenggarakan simposium dengan tema Undang-Undang BUMN dalam Perspektif Persaingan Usaha.
Simposium membahas Pasal 86M UU No. 1/2025 agar memberikan kontribusi positif dan keadilan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Simposium tersebut dilakukan agar Peraturan Pemerintah dapat disusun sebaik-baiknya dan KPPU tetap berperan penting untuk menjaga efisiensi dalam perekonomian Indonesia.
Dalam perekonomian, hak monopoli adalah hak spesial yang dapat memberikan keuntungan bagi suatu entitas usaha. UU BUMN terbaru No. 1/2025 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk memberikan hak monopoli kepada BUMN atau anak usaha BUMN. Hak itu diatur dalam UU No. 1/2025 Bab VIII C Pasal 86M.
Secara umum, monopoli menciptakan ketidakefisienan dalam perekonomian. Tanpa persaingan, perusahaan monopoli dapat menetapkan harga jual produk yang tinggi sehingga membebani konsumen. Sementara kualitas layanan atau inovasi produk stagnan karena tidak ada tekanan untuk berinovasi. Dominasi pasar oleh satu pelaku usaha juga mematikan UMKM dan startup yang tidak mampu bersaing, memperparah ketimpangan ekonomi.
Lebih buruk lagi, monopoli yang dikendalikan oleh kelompok tertentu rentan terhadap praktik korupsi, nepotisme, dan kolusi, ketika bisnis strategis dikuasai oleh kroni kekuasaan. Akibatnya, keuntungan hanya dinikmati segelintir elite, sementara masyarakat luas menanggung biaya ekonomi yang lebih tinggi dan kesempatan usaha yang tidak merata. Tanpa pengawasan yang ketat, monopoli dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi dan inovasi dalam jangka panjang.
Oleh karena itulah, UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dibentuk sebagai respons langsung monopoli dan konsentrasi kekuatan ekonomi pada kelompok tertentu. UU No. 5/1999 hadir untuk melarang praktik monopoli, kartel, dan persaingan tidak sehat, sekaligus membentuk KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sebagai lembaga independen yang mengawasi pasar, sehingga tercipta iklim usaha yang lebih adil, demokratis, dan transparan. Dengan demikian, pemberian Hak Monopoli oleh Presiden kepada BUMN melalui Peraturan Pemerintah bersinggungan dengan UU No. 5/1999.
Baca Juga
Dalam teori mikroekonomi, monopoli dipandang sebagai struktur pasar alami di mana satu produsen menguasai seluruh penawaran barang/jasa, sementara UU No. 5/1999 secara khusus mendefinisikan monopoli sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Perbedaan terletak pada satu produsen dan beberapa produsen yang berada pada satu kelompok. Selanjutnya, dalam Pasal 17 UU No. 5/1999 monopoli merupakan kegiatan yang dilarang.
Monopoli yang efisien terjadi ketika satu perusahaan yang mendominasi pasar dapat menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, atau memperluas akses—tanpa mengeksploitasi konsumen atau menghambat inovasi. Monopoli bisa lebih efisien dibandingkan pasar kompetitif, terutama di industri dengan biaya tetap tinggi, hambatan alami untuk masuk, atau layanan publik penting.
Tidak semua monopoli berdampak buruk terhadap perekonomian, ada juga yang berdampak baik. Beberapa bentuk monopoli yang baik bagi perekonomian adalah monopoli yang dikendalikan negara (state monopoly), monopoli alamiah (natural monopoly), dan monopoli berbasis inovasi. Monopoli yang baik akan memberikan manfaat publik lebih besar daripada dampak negatifnya.
Ketiga jenis monopoli di atas harus diatur ketat oleh pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan pasar dan memastikan bahwa keuntungannya dinikmati oleh masyarakat luas. Contoh monopoli negara adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Contoh monopoli alamiah adalah perusahaan layanan jasa kereta rel listrik. Sementara itu, contoh perusahaan yang menguasai pasar karena keunggulan teknologi atau hak paten adalah perusahaan farmasi yang memproduksi obat atau vaksin tertentu. Contoh lain adalah perusahaan berbasis teknologi hijau seperti pembangkit listrik tenaga surya. Monopoli ini dapat mendorong riset dan pengembangan teknologi dan memberikan insentif bagi inovasi.
Pada dasarnya, agar ketiga jenis monopoli itu tidak merugikan konsumen, diperlukan pengawasan lewat KPPU. Terdapat empat hal yang perlu diawasi agar monopoli tidak merugikan perekonomian. Pertama, regulasi ketat untuk mencegah penyelewengan seperti harga tinggi atau layanan buruk.
Kedua, transparansi dan akuntabilitas untuk mengawasi BUMN/BUMD yang diberikan hak monopoli agar tidak korup. Ketiga, perlunya subsidi silang dengan menggunakan keuntungan dari sektor yang dimonopoli (misalnya migas) untuk membiayai program sosial. Keempat, monopoli yang terjadi tidak menghambat inovasi dan mematikan usaha kecil.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha berperan krusial dalam mewujudkan monopoli yang bermanfaat dengan tetap menjalankan amanah UU No. 5/1999 secara konsisten, mengawasi dan mengatur praktik monopoli agar tetap menguntungkan perekonomian tanpa merugikan masyarakat, yaitu melalui: Pertama, pengawasan ketat terhadap monopoli alami (seperti utilitas publik) untuk memastikan harga terjangkau dan layanan berkualitas.
Kedua, pencegahan penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha melalui sanksi terhadap praktik anti-persaingan seperti kartel atau predatory pricing. Ketiga, memberikan izin terbatas untuk monopoli berbasis inovasi dengan pengaturan waktu dan harga yang wajar. Keempat memastikan transparansi dalam BUMN yang memegang monopoli strategis, sehingga keberadaan monopoli tetap efisien, mendorong investasi jangka panjang, dan memberikan manfaat publik tanpa menciptakan distorsi pasar atau ketidakadilan ekonomi.
Kiranya Peraturan Pemerintah yang akan segera diterbitkan untuk menjalankan Pasal 86M UU 1/2025 dapat dirancang sebaik-baik mungkin agar pelaksanaannya dapat memberikan keuntungan bagi perekonomian Indonesia dan mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat.