Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku esensi moratorium perekrutan pengemudi taksi online bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pengemudi yang sudah ada.
Budi mengatakan pihaknya telah melakukan survei kualitatif, dan memastikan aturan ini tidak melanggar persaingan usaha.
Dia menjelaskan jika di suatu daerah terdapat 100 konsumen, dan ada 10 pengemudi taksi online, maka masing-masing akan mendapatkan 10 pelanggan. Akhirnya, para pengemudi mendapatkan uang yang cukup setelah berkerja.
“Tapi sekarang, 100 [konsumen] ini dilayani oleh 50 atau 40, jadi sekarang pendapatan jadi kurang. Jadi kita tutup dengan moratorium,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (13/3/2018).
Selain itu, Menhub juga beralasan bahwa kebijakan ini juga untuk dengan mempertimbangan keleluasaan aplikator taksi online. Untuk urusang pengemudi taksi online yang berlebihan Kemenhub mengaku wajib untuk mengaturnya.
Hal ini, juga terjadi pada taksi konvensional. Menurutnya, perlakuan kepada taksi konvensional malah lebih lugas, jika pengemudi sudah sampai pada batas kuota, langsung di tutup.
Baca Juga
“Beberapa pengemudi itu sampai nangis ke saya, mengaku sudah beli mobil nyicil, sekarang makan sehari-hari tidak cukup,” ungkapnya.
Menurutnya, moratorium ini dilakukan di semua daerah. Mengingat, populasi pengemudi taksi online sudah berlebih di setiap daerah.
Sebelumnya, Kemenhub juga sudah menerapkan kuota pengemudi taksi online di 15 wilayah dengan total kuota sebanyak 91.953 kendaraan.
Jumlah kuota terbanyak ditetapkan untuk Jabodetabek sebanyak 36.418 kendaraan, disusul Jawa Barat (15.418), Lampung (8.000), Bali (7.500), dan Sulawesi Selatan (7.000).