Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan China surplus mendekati 20% pada kuartal I karena pengekspor berlomba melakukan pengiriman sebelum harga naik karena khawatir terimbas perang dagang.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa masalah perang dagang belum akan selesai dan China tidak berencana memutus ketegangan yang sudah berlangsung berminggu-minggu meskipun mendapat ancaman terkena tarif yang naik-turun dari Washington dan Beijing. Tercatat perekonomian China masih terlihat stabil saat ini.
Data Bea Cukai yang dikutip Reuters pada Jumat (13/4/2018) menunjukkan meskipun surplus China secara year to date menurun, surplus terhadap AS masih melonjak 19,4% menjadi US$58,25 juta sejak setahun terakhir.
Namun surplus terhadap AS itu tidak seirama dengan defisit China sebanyak US$9,86 juta ke seluruh dunia karena pembelian berlebihan ke seluruh dunia, dan hanya melakukan penjualan besar-bersaran ke AS.
China mengalami penguatan ekspor dan impor hingga dua digit pada Januari-Februari tahun ini, sementara pada Maret ekspor menurun secara tidak terduga menyebabkan China mengalami defisit. Analis menghubungkan kasus ini karena adanya faktor musiman.
“Kemunduran pertumbuhan ekspor pada Maret setelah hasil solid pada Januari - Februari menunjukkan ketakutan para pengekspor melakukan ekspor lebih awal karena takut terkena dampak perang dagang dengan AS setelah sebelumnya terjadi kenaikan harga panel surya dan mesin cuci,” ujar Lisheng Wang, Ekonom di Nomura, Hong kong.
Ekonom senior China Julian Evans-Pritchard menjelaskan bahwa penurunan pada Maret karena faktor musiman, kali ini disebabkan oleh jatuhnya hari Tahun Baru China yang lebih lambat dari biasanya. Lamanya liburan mengganggu pengiriman menyeret Maret menjadi lebih rendah dibanding 2017.
Secara keseluruhan kuartal I, China mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sebesar 14,1% dibanding tahun sebelumnya.