Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dinilai harus segera mempercepat pembuatan peta dasar sebagai solusi pembangunan yang berkelanjutan.
Country Manager KQ Geo Technologies Indonesia Bima Priadi mengatakan, selama ini Indonesia seringkali kalah dalam pengadilan internasional jika menyangkut persoalan kawasan. Hal ini dikarenakan, kurangnya materi akan wilayah dimiliki sendiri.
Padahal Indonesia dapat belajar dari Malaysia dan China yang memiliki sedikit banyak ukuran dan permasalahan yang sama dalam upaya pembuatan peta geospasial yang detail.
"Beda dengan Australia yang ukuran negaranya mungkin hanya seluas Jakarta. Untuk itu, kami memfasilitasi agar kita bisa belajar banyak dari Malaysia dan China," katanya dalam Geospasial Forum 2018 di JS. Luwansa Hotel, Selasa (24/7/2018).
Bima mengemukakan, saat ini China dan Malaysia juga sudah memiliki peta geospasial yang lebih detail dari Indonesia. Kedua negara ini juga memiliki komitmen dan teknologi yang baik dalam pengembangan geospasial.
Menurutnya, kunci utama percepatan pembuatan peta ini adalah Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR di setiap kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
Sayangnya, selama ini konsep pengembangan kebijakan peta geospasial di Indonesia sangat sektoral pada masing-masing K/L atau daerah, sehingga masalah yang kerap muncul yakni anggaran terpecah, komunikasi kerap lali, hingga tumpang tindih peta dalam satu kawasan.
"Padahal secara ekonomi investasi pengembangan kebijakan peta geospasial dengan efek berjangka yang diberikan tidak seberapa. Industri pun akan lebih kompetitif," ujarnya.
Bima pun berharap kebijakan satu peta yang langsung diusung oleh Presiden Joko Widodo dapat dijalankan dengan konsisten oleh pemerintah.