Bisnis.com, JAKARTA -- Pelemahan rupiah yang terus terjadi membuat asumsi makro nilai tukar mata uang Garuda diubah menjadi Rp14.500 setelah sebelumnya menggunakan asumsi Rp14.400.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengungkapkan DPR dan pemerintah menyepakati asumsi kurs di level Rp14.500, mengambil nilai tengah dari rentang Bank Indonesia (BI) untuk dibahas lebih lanjut dalam rapat Banggar.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara menilai rupiah sudah terlalu rendah tapi pemerintah melihat ada potensi penguatan ke depan.
"Pelemahan ini akan berlanjut ke tahun depan tetapi akan ada tekanan tidak seberat tahun ini. Kami sepakat dengan range BI, spesifiknya antara Rp14.500-Rp14.600 kurs yang bisa kita terima untuk Rancangan APBN (RAPBN) 2019," tuturnya di DPR, Selasa (18/9/2018).
Pelemahan rupiah ini, jelas Suahasil, seharusnya sudah menjadi sinyal impor bulan-bulan mendatang menjadi lebih mahal dan akan mulai melemah, sehingga tekanan terhadap neraca pembayaran menjadi lebih kecil. Hal ini dinilai sudah mulai terlihat dalam data neraca perdagangan Agustus 2018.
"Saat ini, nilai tukar di pasar spot berada di level Rp14.800-Rp14.900, pemahaman kami rupiah kita undervalued, Real Effective Exchange Rate (REER) tinggi di level 88,8 poin. Dengan demikian, dari Rp14.900 terbuka penguatan, kami rangkai saat ini akan menguat walaupun sudah melemah 8%-9%," paparnya.
Asumsi makro hasil rapat Banggar yang disepakati adalah sebagai berikut:
Asumsi RAPBN 2019
Pertumbuhan ekonomi: 5,3%
Inflasi: 3,5%
Nilai tukar: Rp14.500
Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 Bulan: 5,3%
Harga Minyak: US$70
Lifting Minyak: 775.000 barel per hari
Lifting Gas: 1.250 juta barel per hari