Bisnis.com, JAKARTA – Ketika Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mulai memerintah enam tahun lalu, mungkin tidak terpikirkan oleh para pemimpin China bakal menjalin hubungan yang begitu dekat dengannya.
Hubungan antara dua negara tetangga ini justru semakin hangat setelah masing-masing mendapati masuk dalam 'jangkauan serangan' Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait perdagangan.
Meski aliansi Jepang dengan AS tetap membuat Negeri Sakura sejalan dengan pemerintah AS pada sebagian besar isu geopolitik, Abe telah bergerak meningkatkan hubungan ekonomi dengan China, mitra dagang terbesarnya.
Di lain sisi, Presiden China Xi Jinping melihat Jepang sebagai cara untuk mengurangi risiko perang dagang dengan AS.
“Kerjasama ekonomi dan perdagangan adalah penggerak dan pendorong hubungan China-Jepang, menempatkan dasar untuk kepercayaan politik bersama,” ujar juru bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng pekan lalu, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (24/10/2018).
Pekan ini, Abe akan berkunjung ke Beijing dalam rangka memperingati genap 40 tahun Perjanjian Perdamaian dan Persahabatan Jepang-China.
Baca Juga
Abe akan bertemu dengan Xi Jinping pada hari Jumat (26/10), sebagai bagian dari kunjungan bilateral pertama oleh seorang pemimpin Jepang dalam tujuh tahun.
Sebanyak 500 delegasi bisnis Jepang siap menyertai Abe untuk mendiskusikan kerja sama di negara-negara ketiga, seperti yang dijanjikan selama kunjungan Perdana Menteri China Li Keqiang ke Jepang pada bulan Mei.
Kedua negara juga mendorong adanya konklusi untuk Perjanjian Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), sebuah kesepakatan perdagangan yang melibatkan 16 negara di Asia-Pasifik.
Kedua negara kuat di Asia ini diketahui memiliki sejarah buruk yang panjang, sebagian disebabkan oleh invasi kolonial Jepang terhadap China dan kekejaman selama Perang Dunia II.
Belum lagi masalah teritorial antara Jepang dan China, yang berkobar pada tahun 2012 ketika Jepang membeli sekelompok pulau di Laut China Timur yang tengah disengketakan dengan China, sehingga memicu protes keras di Tiongkok.
“Kami belum menyelesaikan masalah kami dengan Jepang,” kata Gui Yongtao, seorang associate professor di Sekolah Studi Internasional Peking University, yang mengkhususkan diri dalam hubungan China-Jepang.
“Namun ini kurang diprioritaskan dibandingkan dengan risiko AS. Kami masih tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kebijakan AS terhadap China.”
Meski Jepang telah menjadi kritis atas kebijakan Trump yang memberlakukan tarif terhadap China, pemerintahan Abe berbagi kekhawatiran AS tentang perdagangan dan investasi.
Menteri Perdagangan Jepang Hiroshige Seko, yang akan turut serta dalam kunjungan Abe ke Jepang pekan ini, bekerja sama dengan AS dan Eropa mengenai proposal untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh beberapa isu termasuk transfer teknologi paksa.
Namun begitu, kunjungan Abe tetap akan mempererat hubungan antara kedua negara serta membuka pintu bagi Xi untuk mengunjungi Jepang.
“Tidak ada yang berpikir hubungan dengan China telah benar-benar pulih, dan mereka seharusnya tidak berpikir demikian,” kata Kunihiko Miyake, seorang mantan diplomat Jepang. “Kita sekarang berada pada era dimana kedua pihak berusaha meminimalkan friksi dan kita menyebutnya sebagai hubungan yang baik.”