Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat S&P Global Ratings mempertahankan rating kredit jangka panjang AS di level AA+ dengan prospek stabil, dengan alasan tarif impor Presiden Donald Trump dapat membantu meredam lonjakan defisit akibat pemangkasan pajak dan belanja besar-besaran.
Lembaga pemeringkat tersebut mempertahankan peringkat kredit jangka panjang AS pada level AA+ dengan prospek stabil. Salah satu alasannya, penerimaan dari tarif diperkirakan dapat mengurangi beban fiskal akibat undang-undang baru terkait pemotongan pajak dan belanja pemerintah.
“Seiring kenaikan tarif efektif, kami memperkirakan penerimaan tarif yang signifikan akan menutupi pelemahan fiskal yang muncul dari kebijakan pajak dan belanja terbaru,” tulis tim analis S&P termasuk Lisa Schineller dikutip dari Bloomberg, Selasa (19/8/2025).
Keputusan tersebut memberi angin segar bagi Trump yang selama ini menghadapi kritik bahwa program tarifnya justru akan merusak perekonomian. Meski analis S&P tidak menampik risiko tersebut, mereka menegaskan tarif dapat menjadi penyeimbang di tengah ekspansi pemotongan pajak dan belanja besar-besaran.
Pandangan S&P ini penting bagi investor di pasar obligasi terbesar dunia, yang kerap dibayangi keraguan atas defisit fiskal dan keberlanjutan utang AS. Imbal hasil obligasi 30 tahun sempat menembus 5% pada Mei seiring kekhawatiran tarif dan dampak paket pajak multi-triliun dolar Trump yang memicu gejolak pasar global.
Tarik Ulur Penerimaan Tarif
Meski demikian, para ekonom masih memperdebatkan sejauh mana tarif bisa mendongkrak penerimaan negara. Pasalnya, strategi Trump mendorong produksi kembali ke dalam negeri dan konsumsi produk buatan AS berpotensi memangkas aliran perdagangan yang menjadi sumber pungutan tarif. Gedung Putih belum memberikan komentar terkait hal ini.
Adapun, penerimaan tarif mencetak rekor bulanan baru pada Juli, dengan bea masuk melonjak ke US$28 miliar. Menteri Keuangan AS Scott Bessent bahkan memperkirakan penerimaan tarif sepanjang 2025 dapat melampaui 1% PDB, jauh di atas estimasi sebelumnya US$300 miliar.
Namun, Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan anggaran baru akan menambah defisit hingga US$3,4 triliun dalam 10 tahun ke depan.
Pada pasar Asia, imbal hasil obligasi AS tenor 30 tahun stabil di kisaran 4,94%, sementara tenor acuan 10 tahun naik tipis ke 4,34%. Hal ini menunjukkan dampak jangka pendek dari laporan S&P masih terbatas, meskipun tetap menjadi pertimbangan penting bagi pelaku pasar.
“Ini hanyalah nuansa kecil di level teratas hierarki peringkat kredit dan tidak menunjukkan perubahan besar pada kesehatan fiskal AS, yang memang isu kompleks,” ujar Homin Lee, Senior Macro Strategist Lombard Odier Ltd. di Singapura.
Tantangan Fiskal AS
AS kehilangan peringkat tertinggi dari tiga lembaga pemeringkat besar sejak Mei, ketika Moody’s menurunkan rating dari Aaa menjadi Aa1. Fitch Ratings dan S&P sebelumnya juga telah menurunkan peringkat AS dari AAA.
S&P menilai prospek stabil mencerminkan ekspektasi bahwa meski defisit fiskal tidak akan membaik secara signifikan, kondisinya juga tidak akan memburuk secara persisten dalam beberapa tahun mendatang.
Lembaga itu memperkirakan rasio utang pemerintah terhadap PDB akan melampaui 100% dalam tiga tahun, dengan defisit rata-rata sekitar 6% sepanjang 2025–2028, turun dari 7,5% pada tahun lalu.
Menurut Fiona Lim, Senior Currency Strategist di Malayan Banking Bhd., konfirmasi peringkat kredit ini bisa menjadi sentimen positif bagi dolar AS setelah paket pajak dan belanja Trump sempat menimbulkan keraguan soal keberlanjutan utang.
“Namun, faktor yang lebih menentukan bagi dolar tetap akan datang dari risalah rapat The Fed dan pidato Ketua The Fed Jerome Powell di Jackson Hole, Jumat mendatang,” ujarnya.