Bisnis.com, MANGUPURA — Presiden Joko Widodo membuka acara tahunan Our Ocean Conference (OOC) di Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Bali.
Dalam pidato pembukaannya Jokowi mengatakan kekayaan laut global setara dengan nilai US$24 triliun. Namun setiap tahun terjadi penangkap ilegal sekitar 26 juta ton atau setara dengan US$23 miliar. Padahal, menurutnya, ratusan juta penduduk dunia, lanjutnya tergantung dari hasil laut.
"Perompakan, perdagangan manusia, penyelundupan obat terlarang dan perbudakan [yang dilakukan lewat laut] dapat mengancam stabilitas. Hukum internasional harus jadi pemandu untuk itu," tegasnya pada Senin (29/10).
Di samping itu dari sisi keberlanjutan, kesehatan laut dunia tergolong memprihatinkan. Jokowi mengatakan sampah plastik dan polusi air laut menjadi biang keladi rusaknya terumbu karang, pemanasan global dan naiknya permukaan air laut.
"Jangan terlambat berbuat untuk laut. Satu negara tidak cukup dapat mengoptimalkan atau menghadang kerusakan. Pemerintah saja tidak mungkin. We need multi global stakeholders untuk mencapai SDG [Sustainable Development Goal] perlindungan laut," ungkapnya.
Jokowi menegaskan perlu revolusi mental untuk pengelolaan sektor kelautan. Pemerintah Indonesia, lanjutnya, berniat menjadi kekuatan maritim dunia. Rencana tersebut sudah disusun dan dijalankan selama 4 tahun terakhir. "Kami sudah meningkatkan konektivitas dengan membangun tol laut serta 447 pelabuhan baru," katanya.
Indonesia juga bertekad mengurangi volume sampah plastik di perairan sampai dengan 70% pada 2025. Jokowi pun menyampaikan sudah melakukan konservasi lingkungan hidup sampai dengan 20 juta hektar sampai 2018. Realisasi tersebut lebih cepat dua tahun dari target awal 2020.
Jokowi bertekad untuk memajukan sektor kelautan indopasifik bersama negara anggota Asia Tenggara dengan mengedepankan dialog dan inklusivitas sesuai hukum laut international.
"Kita harus berani buat komitmen dan langkah konkrit dari individual yang berdampak nyata bagi perlindungan laut. Saya juga mendorong OOC meningkatkan langkah sinergi masing-masing negara," pungkasnya.