Skema kerja sama kemitraan dengan petani dan UKM seperti apa?
Di Wonosobo, kami bekerja sama dengan koperasi yang membawahi sejumlah komunitas. Komunitas itu membuka warung sesuai Standar Operasional Prosedur [SOP] dari kami. Ini menjadi saluran distribusi penjualan Goro. Semuanya terhubung dengan sistem Goro.
Bagaimana proses digitalisasi di Goro ataupun warung mitra?
Kalau secara business to business, Goro sudah paperless, cashless, atau secara online. Namun, untuk masyarakat yang menjadi member bisa pakai aplikasi Goro Mart. Baik dari produsen atau pembeli bisa memakai aplikasi itu. Transaksi juga bisa dilakukan melalui Goromart.id.
Ke depannya yang akan kami kembangkan adalah e-commerce Goro, sehingga menyasar pembeli akhir. Kami juga sudah memiliki sistem ERP [enterprise resources planning]. Jadi semua barang yang ada di sejumlah cabang Goro mulai dari Cibubur sampai dengan Papua, itu terhubung dengan server kami. Semua sudah online.
Kapan e-commerce Goro akan meluncur?
Mudah-mudahan target kami sebelum pertengahan Juli 2019 sudah meluncurkan. E-commerce ini nantinya akan menyasar seluruh pembeli di Indonesia melalui marketplace, karena itu lebih ke end user. Saat ini masih melakukan tes dan penyempurnaan aplikasi.
Apakah Goro juga menyasar untuk membentuk dompet digital?
Nantinya akan ada seperti itu. Saat ini kami sudah memakai dompet digital, tetapi bentuknya close loop atau hanya bisa digunakan untuk transaksi di Goro. Dompet ini berupa akun virtual untuk bertransaksi. Nantinya akan mengarah juga ke dompet digital.