Tiga Tantangan Tol Laut Jilid II
Namun, investasi kapal untuk mendukung program Tol Laut jilid II menghadapi tiga tantangan.
Pertama, dari sisi suplai, pemain asing dari Asia yang kesulitan di negaranya masuk ke pasar Indonesia dan mengakali asas cabotage dengan bermitra dengan entitas di Indonesia yang tidak jelas asal-usulnya dan membuat perusahaan di Indonesia dengan kepemilikan saham 51%. Beberapa di antaranya ikut tender pemerintah atau BUMN, bahkan ada yang susah mendapat pekerjaan.
"Baiknya Dirjen Pajak melakukan audit atas SPT [surat pemberitahuan tahunan pajak] dari pihak Indonesia yang menjadi mitra atau nominee di perusahaan joint venture tersebut atau PT yang terselubung sehingga ketahuan asal modal setoran tersebut. Ini untuk menghindari skema 'Alibaba' dan penggelapan pajak," ujar Theo.
Kedua, lanjut dia, pasar semakin sempit dan makin sulit dimasuki. Dulu, pengusaha tanker minyak dan gas, angkutan curah, dan offshore atau lepas pantai bisa ikut tender di BUMN, tetapi sekarang sebagian dibatasi dengan cara penunjukan langsung ke anak-anak usaha BUMN, ke sesama BUMN dengan alasan 'sinergi BUMN', atau diarahkan untuk menggandeng BUMN.
Menurut Theo, pola ini juga merembet ke hulu, seperti galangan kapal dan bank, serta hilir, seperti kapal penunjang dan suplai BBM.
"Asas pasar terbuka untuk semua pemain dan perlakuan yang sama adilnya untuk semua sudah tidak seperti dulu lagi," ujarnya.
Ketiga, hampir semua kapal untuk ekspor dan impor barang milik BUMN, seperti minyak, gas, dan bahan tambang, menggunakan kapal asing. Pengusaha swasta nasional tidak pernah mendapat kesempatan untuk mendukung program 'going globally' sehingga banyak potensi devisa hilang.