Bisnis.com, JAKARTA -- Ramai diberitakan pinjam uang untuk bayar gaji karyawan dan menjelang pailit, PT Pos Indonesia (Persero) menyatakan bahwa berita itu tidak benar.
Sekretaris Perusahaan PT Pos Indonesia (Persero) Benny Otoyo membantah segala pemberitaan mengenai kemungkinan pailitnya Pos Indonesia dan adanya klaim yang menyebut perusahaan meminjam dana dari perbankan untuk membayar upah karyawan.
"Pertanyaan 'Benarkah Pos pinjam bank untuk gaji karyawan?' jawabannya, tidak benar. Apakah ada perusahaan yang tidak perlu working capital, jawabannya, tidak ada, demikian juga Pos Indonesia, kami perlu modal kerja untuk mendanai operasi, mendanai tagihan, dan lain-lain," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (22/7/2019).
Dia menuturkan modal kerja tersebut dipinjam dari bank sebagai pinjaman unpledged yang artinya tidak ada aset yang diagunkan.
Sementara itu, membayar gaji termasuk dalam biaya operasi. "Namun, bukan berarti pinjam uang untuk bayar gaji, intinya tidak akan ada bank yang mau memberi pinjaman untuk tujuan bayar gaji [karyawannya]," ungkapnya.
Dia juga menjelaskan perputaran uang di Pos Indonesia per bulan rata-rata berkisar Rp20 triliun karena adanya layanan jasa keuangan.
Pos Indonesia juga sudah mendapat rating A- dari lembaga pemeringkat nasional terkemuka PEFINDO.
"Bahwa perusahaan berjuang dalam menghadapi disrupsi itu tidak unik dan wajar saja. Untuk menjawab disrupsi yang tengah terjadi beberapa waktu terakhir ini Pos Indonesia sedang melakukan transformasi bisnis, meliputi semua aspek, seperti bisnis, SDM, penguatan anak usaha, pengembangan produk baru," jelasnya.
Selain itu, dia menjelaskan jasa yang diberikan pos adalah pengantaran/kurir seperti surat, paket, e-commerce; Logistik; Jasa Keuangan remitansi luar negeri dan dalam negeri; pembayaran biller seperti PLN, PDAM; distribusi uang pensiun PNS/TNI/POLRI, transaksi pembayaran lainnya; Government services seperti public service obligation, distribusi meterai, penerimaan setoran pajak, kiriman surat dinas.
Selain pemberitaan mengenai pinjaman bank, Pos Indonesia juga disebut akan bangkrut atau pailit di media sosial twitter. Gilarsi membantah keras ungkapan tersebut dan menyebutnya tidak benar.
"Bagaimana bisa dibilang bankrut? Jelas ini pendiskreditan tanpa data," tegasnya.
Lebih lanjut dia meminta agar masyarakat melihat berbagai fakta yang jelas menafikan klaim pailit tersebut.
Dia menyebut rating korporat A-, rating MTN A, dan semua hutang lancar. Artinya aktivitas keuangan berjalan lancar.
Adapun hak karyawan tidak tertunda; kenaikan gaji karena cost of living adjustment terus diterapkan. Kemudian, seluruh aset dalam kendali penuh dan tidak ada yang diagunkan dengan krediturnya Bank Pemerintah dan Bank Asing terkemuka di dunia.
"Pendapatan yang bersumber dari APBN, PSO, fee distribusi meterai, fee penerimaan setoran pajak, jasa kurir surat dinas mencapai rata-rata sekitar Rp800 miliar per tahun," ujarnya.
Pos Indonesia juga katanya masih bisa memberikan Layanan Pos Universal 6 hari per mingu, sementara Postal Services di luar negeri hanya melayani layanan pos universal tinggal 4-5 hari per minggu.
"Turn over jasa keuangan sekitar Rp20 triliun rupiah per bulan. Tidak ada PHK karena restrukturisasi dan BPJS, iuran pensiun dibayar lancar tidak ada tunggakan sama sekali," tuturnya.
Dia menyebutkan Pemerintah pun tidak akan tinggal diam jika Pos Indonesia mengalami kebangkrutan, karena Pos Indonesia tergabung dalam anggota UPU (Universal Postal Union) sebuah organ PBB yang menaungi Postal Operations di seluruh dunia.
Keanggotaan di UPU diwakili oleh negara yakni Kementerian Kominfo dan Pos Indonesia. Dalam sejarah postal dunia, sekalipun mengalami situasi sulit, negara akan tetap mempertahankan keberadaannya.
Dia mencontohkan di Amerika Serikat US Postal mempunyai pendapatan Rp1.000 triliun, tetapi mengalami defisit Rp.100 triliun setiap tahunnya dan tetap beroperasi seperti biasa.
Sebelumnya, di berbagai media daring nasional dalam dua hari terakhir ini ramai pemberitaan mengenai menuju bankrutnya perusahaan pos negara tersebut.
Hal ini diawali dari pernyataan anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka yang meminta perhatian Pemerintah melalui pernyataan Pos Indonesia sedang mengalami krisis keuangan.
"Kami sangat mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Ibu Rieke Dyah Pitaloka, sebagai wujud pembelaannya kepada PT. Pos Indonesia (Persero). Benar bahwa diperlukan keterlibatan pemerintah untuk melakukan proses penyehatan Pos Indonesia yang sudah lama tertunda," paparnya.
Situasi tersebut ungkapnya, bahkan telah disadari sejak lahirnya UU No 38/2009 mengenai liberalisasi industri postal, tercantum jelas dalam pasal 51 yang berbunyi, “Untuk mempersiapkan badan usaha milik negara dalam menghadapi pembukaan akses pasar perlu dilakukan upaya penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun.”
Menurutnya, dalam rangka penugasan ini, Pos Indonesia memikul dua beban besar yaitu Beban masa lalu sebelum terjadinya liberalisasi dan penugasan Public Service Obligation (PSO) yang belum mendapatkan kompensasi sesuai dengan tugas yang dipikul.