Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha mendesak upaya khusus dari pemerintah dan penegak hukum untuk memperketat masuknya baja impor yang tak memiliki atau non Standar Nasional Indonesia (SNI).
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Perindustrian Johnny Darmawan mengatakan kebutuhan baja nasional di 2018 mencapai 14 juta ton dimana meningkat 6% hingga 7% dari 2017.
Pada 2018, impor baja tercatat mencapai 54% dari kebutuhan nasional, sementara supply produksi nasional setelah dikurangi ekspor atau net produksi hanya mendapat pangsa pasar sebesar 48%.
"Baja ini menarik karena kebutuhannya meningkat setiap tahunnya dan juga menarik bagi para pengusaha," ujarnya, Rabu (24/7/2019).
Ditambah lagi, pada periode pemerintahan selanjutnya, lima tahun mendatang, pemerintah tetap menggencarkan proyek infrastruktur besar-besaran yang tentu juga membutuhkan baja nasional yang relatif besar.
Di sisi lain, utilisasi produsen baja terus menurun menyusul terus meningkatnya impor baja.
Adanya impor baja non SNI yang marak dikhawatirkan membuat kelangsungan industri baja dalam negeri terancam.
SNI dibuat tidak hanya kepada produsen, tetapi juga merupakan platform untuk persaingan bisnis yang adil. Sementara bagi konsumen, SNI dibuat demi adanya jaminan keamanan.
"Indonesia harus mulai fokus mengembangkan industri baja dan besi nasional menjadi maju dan berkelanjutan. Kami meminta pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang sepenuhnya mendukung penegakkan SNI," katanya.
Johnny meminta agar pemerintah mendukung kebijakan impor yang pro industri sehingga penetapan SNI baja akan memberikan dampak pada peningkatan daya saing industri dan perlindungan konsumen.
"Pemerintah dan dunia usaha harus bersinergi, SNI harga mati karena SNI dapat membendung impor dan mendorong industri dalam negeri menjadi industri yang berkelanjutan," ucapnya.