Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri besi dan baja mengeluhkan serbuan impor baja dari hulu ke hilir yang berdampak pada penurunan utilitas pabrik besi dan baja nasional.
Ketua The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Silmy Karim menuturkan produk baja impor yang masuk ke Indonesia tak mengikuti ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga kualitas dan harganya lebih rendah.
"Sekarang ini yang harus ditegakkan karena produsen baja nasional semua sudah teriak karena mereka mulai masuk dan susah jual langsung," ucapnya, Rabu (24/7/2019).
"Dugaan saya, mereka melakukan pengalihan kode HS untuk menghindari bea masuk. Contohnya, kode HS baja paduan yang lazimnya digunakan untuk industri otomotif di rubah spesifikasinya agar sesuai dengan SNI, ini gawat," tuturnya.
Menurut catatannya, impor besi dan baja pada kuartal I/2019 naik 14,65% dari posisi kuartal I/2018 sebesar 2,4 juta ton menjadi 2,7 juta ton.
Peningkatan produk impor itu diyakini juga membuat permintaan produk hulu seperti Cold Rolled Coil (CRC) dan Hot Rolled Coil (HRC) yang merupakan bahan baku dari produk baja lapis.
"Kami bukan cari proteksi yang berlebihan. Kita hanya ingin level playing field yang sama," katanya.
Lebih lanjut, saat ini, produksi baja China saat ini sudah mencapai 1 miliar ton per tahun sehingga serbuan baja impor makin sulit dihindari.
Namun, peraturan yang ada di Indonesia membuat kondisi tersebut bisa makin menjadi ancaman bagi industri di dalam negeri.
Dia mencontohkan peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunan yang membuat salah satunya post border inspection yang sempat meniadakan pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian dalam proses impor baja oleh importir.
Lalu muncul Permendag Nomor 110 Tahun tahun 2018 muncul sebagai revisi yang berlaku 20 Januari 2019.
Menurutnya, aturan baru itu harusnya mampu mengurangi praktik kecurangan proses impor baja. Pada Permendag Nomor 110 Tahun 2018 proses pemeriksaan impor baja yang awalnya post border akan dikembalikan ke proses kepabeanan.
"Ketika bea cukai tidak ada peran post border, dalam proses border artinya impor tetap masuk. Dibutuhkan lagi PMK untuk memfungsikan kembali bea cukai," tutur Silmy.
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Pol Arief Adiharsa mengatakan kewenangan border untuk impor berada di Bea Cukai dan tak ada kewenangan di polisi.
Adapun masalah dalam industri baja yakni penyelundupan bidang impor, infrastruktur, adanya korupsi atau pungutan liar (pungli) dan lain sebagainya.
"Terlebih, ada perubahan dari post border ke border kembali dan harus ada kejelasan kewenangan antar kementerian. Ditambah Permendag 110/2018 ini belum terlalu jelas kewenangannya," katanya.
Dia menambahkan aspek pidana di bidang baja begitu banyak yakni pidana di bidang kapabean, perdagangan, perlindungan konsumen, perpajakan, bidang standarisasi dan penilaian kesesuaian, umum, korupsi dan pencucian uang.
Menurutnya, perlu dibentuk satuan tugas atau desk khusus untuk industri baja. Hal ini perlukan adanya komunikasi yang intens dan roadmap yang jelas beserta kewenangannya. "Jadi impor baja yang tak sesuai bisa ditindak," ucap Arief.
Pengawasan barang beredar ini merupakan permasalahan klasik yang kerap kali terijadi setiap tahunnya.
Hingga saat ini, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono belum merespon konfirmasi Bisnis terkait pengawasan baja non SNI yang beredar di Indonesia.
Data Konsumsi Baja Nasional
Produksi
2013 5,12 juta ton
2014 6,48 juta ton
2015 6,17 juta ton
2016 6,58 juta ton
2017 7,87 juta ton
Impor
2013 8,2 juta ton
2014 7,41 juta ton
2015 6,52 juta ton
2016 6,88 juta ton
2017 7,07 juta ton
Ekspor
2013 0,62 juta ton
2014 0,98 juta ton
2015 1,32 juta ton
2016 0,79 juta ton
2017 1,35 juta ton
Apparent Steel Consumption
2013 12,7 juta ton
2014 12,9 juta ton
2015 11,37 juta ton
2016 12,67 juta ton
2017 13,59 juta ton
Sumber: IISIA, diolah