Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia melaporkan bahwa regulasi terkait Standar Nasional Indonesia (SNI) pada komponen otomotif harus dilonggarkan agar dapat tergabung dalam rantai pasok global kendaraan listrik.
Pelaku industri ban domestik pun menilai keberadaan SNI saat ini tidak perlu dilonggarkan dan laporan tersebut memiliki tendensi negatif.
Selain SNI, Bank Dunia menilai inspeksi pra-pengiriman dan rekomendasi impor juga membuat parbikan yang tergabung dalam rantai pasok global (global supply chain/GSC) kendaraan listrik memilih untuk mendirikan pabrik di negeri jiran seperti Vietnam, Thailand, dan Malasia.
“Asean itu minta standar kami dikurangi kualitasnya. Katanya SNI terlalu tinggi. Kami sudah rapat-rapat terus karena kami melawan terus di Asean. Kalau mau masuk [ke pasar domestik], SNI haris verifikasi. Kalau masuk Jepang kan harus verifikasi juga,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane kepada Bisnis, Senin (16/9/2019).
Azis mengatakan laporan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional tersebut terkesan memiliki tendensi negatif. Azis menilai SNI ban membuat industri ban nasional mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri berkat pengawasan dan pengendalian impor.
Hal tersebut ditunjukkan dari pengaktifan kembali ketentuan pertimbangan teknis (Pertek) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terhadap impor ban. Saat dihapuskan, impor ban pada akhir tahun lalu melonjak 28% menjadi US$732 juta dari US$529 juta.
Adapun, APBI memprediksi impor ban pada tahu ini akan turun drastis lantaran Pertek Kemenperin terhadap impor ban kembali diberlakukan pada tahun ini. Berdasarkan realisasi impor Januari—Agustus, APBI memproyeksikan impor ban pada tahun ini turun 20,76% menjadi US$580 juta.
Sementara itu, nilai ekspor hingga akhir tahun akan naik sekitar 3%-5% atau menjadi sekitar US$1,7 miliar dari realisasi tahun lalu senilai US$1,63 miliar. APBI membukukan ban impor hanya berkontribusi sekitar 2,5% dari total volume ban yang beredar di dalam negeri.
Azis mengatakan penerapan SNI membuat celah kecurangan pengalihan pos tarif tidak terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya verifikasi barang impor oleh surveyor pada tahapan pra-pengiriman.
“Pemerintah sudah seharusnya bersikap tegas terhadap laporan Bank Dunia tersebut untuk menunjukkan keberpihakan kepada industri [ban] di dalam negeri,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, General Manager Corporate Management Team PT Hankook Tire Indonesia Yoon Keun Yoong mengatakan pihaknya menilai keberadaan SNI penting untuk keselamatan konsumen. Yoon berpendapat masing-masing negara memiliki standar produk masing-masing.
“Saya pikir [SNI] itu tetap perlu karena untuk keselamatan,” katanya dalam kegiatan kunjungan pabrik perseroan di Cikarang, Selasa (17/9/2019).