Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai ada sejumlah regulasi yang mesti direvisi pemerintah baru untuk meningkatkan investasi pembangkit energi baru terbarukan (EBT).
Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan persoalan tarif beli listrik PT PLN (Persero) dan pengadaan pembangkitan masih menjadi penghambat yang membuat investasi di sektor pembangkit EBT tidak menarik.
Aturan-aturan yang menyangkut investasi pembangkt EBT tersebut tertuang dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik serta Permen 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Menurutnya, semua pihak harus duduk bersama untuk membahas sejumlah regulasi yang berkaitan dengan investasi pembangkit EBT. Selama ini, dialog yang dilakukan pemerintah dengan pengembang swasta dinilai sangat minim.
"Dialog minim karena itu dianggap aspirasi dari pemangku kepentingan tidak tertampung dengan baik. Ini kan harapan, kita juga tidak tahu menteri akan menampung atau tidak," katanya, Rabu (23/10/2019).
Dengan pemerintahan baru, dia optimistis target bauran 23% pada 2025 bisa tercapai. Dia mencontohkan China yang dalam 5 tahun saja bisa meningkatkan investasi EBT sebesar 115 GW lewat pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Menurutnya, hal tersebut bisa saja terjadi di Indonesia jika ingin membuka kesempatan pembangkit EBT yang lebih luas lewat pembangkit surya.
"Karena ini menteri baru membuka kesempatan peluang untuk kita berkontribusi dan mendiskusikan apa-apa yang kurang kemarin. Kalau ada yang dianggap bagus kita dukung, kalau ada yang kurang jangan segan-segan kita buka kembali," katanya.