Bisnis.com, BENGKULU – Booming penerbangan low cost carrier (LCC) pada 2004, sempat memberikan pukulan keras terhadap bisnis perusahaan otobus (PO) di Tanah Air, tak terkecuali PO SAN (Siliwangi Antar Nusa). Namun, PO SAN tak mau menyerah. Bisnis.com berkesempatan mewawancari Founder PO SAN Hasanuddin Adnan perihal strategi hingga bisa survive sampai saat ini. Berikut petikannya.
Bagaimana sejarah lahirnya PO SAN?
Saya tidak mendapatkan apa yang saya cita-citakan sebagai tentara. Akhirnya, saya bergabung ke Pemda Bengkulu menjadi pegawai negeri sipil pada 1969 sebagai tenaga harian lepas. Pada 1970 saya diangkat sebagai PNS, tetapi masih 80%. Kemudian pada 1971 baru diangkat menjadi pegawai pangkat II A.
Saat itu, Bengkulu sebagai Provinsi termuda ke 26, umumnya kebanyakan pegawai itu dikirim dari Sumsel dan fasilitas sebagai provinsi baru yaitu kendaraan dinas yang begitu banyak. Kebetulan saya memiliki keterampilan sopir mobil.
Tampaknya peluang itu yang membuat saya menjabat sebagai kepala seksi kendaraan, hingga berjalannya waktu pada 1972 saya menjadi Kasi Kendaraan dan pangkat saya dinaikkan jadi II B.
Selama saya kerja di pemprov banyak ilmu saya peroleh termasuk berkaitan dengan maintenance, sparepart, penggunaan bensin dan sebagainya. Hingga akhirnya sering bertemu dengan bermacam orang yang ingin membangun Bengkulu.
Saat itu, saya sering menemukan banyak pemborong dari Malang, Jakarta, yang sedang membangun Bengkulu. Mereka kesulitan alat transportasi. Di situlah saya melihat peluang.
Peluang apa dan bagaimana yang terjadi setelah itu?
Saya semakin mantap ambil kesempatan itu, bahkan ketika saya disuruh APDN, saya tolak. Saya berpikir ngapain meninggalkan tempat yang 'basah' yang saya tinggali ini. Hingga suatu ketika, Bengkulu pada saat itu mendapat jatah distribusi televisi seluruh kabupaten. Dulu hanya empat kabupaten sebelum dimekarkan menjadi kota, Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong.
Dari perjalanan itu, saya merintis usaha jasa logistik dengan truk, hingga 1976 sudah punya 7 unit truk Colt diesel. Karena jiwa entrepreneur terpacu, peluang itu yang saya tangkap. Nah, karena dari situ sepertinya harus keluar dari PNS.
Darah saya Minang. Jadi, otak dagang saya kuat. Selalu didengungkan ibu saya, kalau jadi pegawai itu umur panjang, rezeki diukur-ukur. Memang tampaknya nasib saya harus mengurus transportasi. Sejak saat itu, saya mendirikan CV Siliwangi Antar Nusa (SAN) untuk pertama kalinya dengan starting di bisnis logistik.
Saya sebenarnya pernah bergabung di PO Bengkulu Indah, bisnis milik keluarga. Namun, waktu itu tidak berjalan mulus lalu saya tinggalkan. Lantas, pada 1990 mendirikan CV sendiri bernama SAN Travel. Inilah cikal bakal pertama saya merambah bisnis angkutan penumpang sampai ke Jakarta, Jawa Tengah, dan Solo. Mulai dari armada kecil hingga berjalannya waktu armada yang digunakan juga semakin besar.
Kapan saat terjatuh dalam perjalanan bisnis PO SAN?
Pada 2004 kami digempur oleh pesawat LCC, karena harga pesawat dengan kami sama hanya jarak tempuh yang beda. Contohnya, Bengkulu ke Jakarta 28—30 jam karena selain kondisi infrastruktur jalan yang masih kurang baik dan kapasitas kapal penyeberangan feri saat itu juga masih kecil sehingga menyeberangnya lama.
Sementara itu, pesawat lebih cepat. Saat gempuran LCC, penumpang kami hanya 5 orang 8 orang, tombok terus. Saya lihat tidak bisa begini terus dibiarkan. Kalau dibiarkan akan tumbang, harus cari strategi baru.