Bisnis.com, JAKARTA–Kapitalisasi pasar peritel dalam negeri akan meningkat 30 persen hingga 40 persen jika Rancangan Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan selama ini ekspansi ritel ke daerah selalu terkendala oleh kekosongan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Melalui Peraturan Presiden No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, pelaku ritel wajib mengacu kepada RDTR ketika mengajukan perizinan dalam rangka membuka gerai baru.
Akibat dari kebijakan lama tersebut, ekspansi sektor ritel selalu tersendat sehingga ekspansi setiap tahunnya secara rata-rata hanya mencapai 50 persen hingga 60 persen dari target. Selama ini, Roy mengatakan ekspansi ritel cenderung terhamabat di wilayah Indonesia bagian timur. Padahal, wilayah timur juga memiliki potensi konsumsi yang tidak kalah besar dibandingkan dengan Indonesia bagian tengah ataupun barat.
Apabila ekspansi ritel berjalan lancar, Roy mengklaim sektor manufaktur juga akan bertumbuh karena bagaimanapun sektor ritel merupakan sektor yang menjual barang yang diproduksi oleh manufaktur.
"Ritel ini hilir, sebenarnya strategis buat ekonomi. Apapun yang diproduksi hulu kalau tidak ada hilir maka bakal hanya tersimpan di gudang," kata Roy, Rabu (26/2/2020).
Melalui Omnibus Law, diatur bahwa RDTR bakal ditetapkan melalui Peraturan Wali Kota atau Bupati. Apabila dalam waktu 2 bulan kepala daerah bersangkutan tidak segera menetapkan RDTR, maka penetapan dapat dilakukan langsung oleh pemerintah pusat dan RDTR tersebut sudah dapat dijadikan sebagai landasan perizinan.
Selain masalah RDTR, Roy juga mengatakan bahwa revisi atas pasal 14 dan 24 dari UU No. 7/2014 tentang Perdagangan juga bakal memperlancar langkah ritel berekspansi ke daerah.
Dalam revisi dari kedua pasal tersebut, tercantum bahwa pemerintah pusat berwenang untuk melakukan pengaturan atas pengembangan, penataan dan pembinaan yang setara dan berkeadilan terhadap pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan perkulakan.
Pengembangan, penataan dan pembinaan tersebut dilakukan lewat pengaturan perizinan berusaha, tata ruang, zonasi dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian, kemitraan, dan kerja sama usaha oleh pemerintah pusat. Izin yang sekarang terpusat dan tidak lagi terpecah di daerah dinilai bakal menutup hambatan perizinan yang selama ini terjadi.
"Kalau ditarik ke pusat maka perizinan bisa cepat selesai. Izin bisa saka didasarkan pada RTRW yang semua daerah memiliki," kata Roy.