Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia mengantongi dana segar dari penerbitan obligasi global senilai US$4,3 miliar di tengah kondisi pasar yang bergejolak akibat penyebaran COVID-19.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia baru saja menerbitkan obligasi global atau global bond senilai US$4,3 miliar. Dalam emisi itu, Indonesia mengeluarkan tiga seri surat berharga global berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Seri pertama yang dikeluarkan yakni RI1030 dengan tenor 10,5 tahun atau jatuh tempo pada 15 Oktober 2030. Dari surat utang itu, Indonesia mengantongi US$1,65 miliar dengan yield atau imbal hasil di level global 3,9 persen.
Selanjutnya, Indonesia juga menerbitkan seri RI1050 yang memiliki tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo pada 2050. Nominal yang diterbitkan senilai US$1,65 miliar dengan yield 4,25 persen.
Seri ketiga yang dikeluarkan memiliki tenor terpanjang selama 50 tahun. RI0470 akan jatuh tempo pada 15 April 2070 dengan total jumlah pokok US$1 miliar dan yield 4,5 persen.
Dengan demikian, Pemerintah Indonesia mengantongi dana US$4,3 miliar dari penerbitan tiga seri surat berharga negara global.
“Kami terbitkan ini untuk menjaga pembiayaan secara aman dan menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia,” jelasnya dalam media briefing virtual, Selasa (7/4/2020).
Ketiga seri SUN yang diterbitkan diperkirakan akan memperoleh peringkat Baa2 dari Moody’s, BBB dari Standard & Poor’s, dan BBB dari Fitch* dan akan dicatatkan pada Singapore Stock Exchange dan Frankfurt Stock Exchange.
Joint Bookrunners dalam transaksi ini adalah Citigroup, Deutsche Bank, Goldman Sachs, HSBC dan Standard Chartered Bank, sedangkan yang bertindak sebagai co-Managers adalah PT Danareksa Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk.
Sri Mulyani menyebut emisi itu menjadi yang terbesar dalam sejarah penerbitan obligasi berdenominasi dolar AS oleh pemerintah. Selain itu, Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemik COVID-19 terjadi.
“Jadi, sejak pandemik COVID-19 diumumkan pada Februari 2020, sampai dengan Maret 2020, tidak ada satupun negara di Asia yang masuk ke global bond karena volatilitas dan gejolak yang sangat besar,” jelasnya.
Menkeu mengungkapkan penerbitan dilakukan secara elektronik dan tanpa melalui pertemuan fisik. Kondisi itu harus dilakukan dalam kondisi work from home termasuk kegiatan road show obligasi global.
50 TAHUN
Sri Mulyani mengatakan penerbitan obligasi global bertenor 50 tahun pertama kali dilakukan oleh Indonesia. Tenor itu merupakan yang terpanjang dari penerbitan obligasi global oleh pemerintah.
“Secara implisit, ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap track record dari kondisi ekonomi dan pengelolaan keuangan negara,” imbuhnya.
Pemanfaatan tenor 50 tahun, lanjut dia, sejalan dengan preferensi dari investor global terhadap obligasi bertenor jangka panjang cukup kuat. Dengan demikian, pemerintah bisa mendapatkan yield yang dianggap cukup baik merefleksikan risiko dan appetite dari investor.
Langkah pemilihan tenor itu menurutnya juga sebagai strategi untuk mengkombinasikan dengan surat utang negara berdenominasi rupiah. Adanya seri tersebut memberikan profil jatuh tempo yang lebih seimbang antara jangka pendek dan jangka menengah panjang.
“Dengan tenor yang baru, Indonesia menciptakan acuan atau benchmark baru bagi surat utang negara Indonesia,” jelasnya.
Sri Mulyani menambahkan dari sisi yield Indonesia mampu mendapatkan posisi yang lebih baik dibandingkan dengan transaksi pada 2015 dan 2018. Padahal, terjadi capital outflow yang sangat besar dan kurs rupiah mengalami pelemahan akibat The Fed menaikkan suku bunga sebanyak lima kali.
“Kondisi hari ini yang sangat volatil, capital outflow, Indonesia mampu mendapatkan pricing atau yield yang lebih rendah. Ini adalah sesuatu positif yang menggambarkan reputasi Indonesia cukup stabil dan bahkan penerbitan tenor 50 tahun ini juga lebih rendah dibandingkan tenor 10 tahun yang diterbitkan pada 2018,” paparnya.
Penerbitan USD Bonds kali ini akan digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum, termasuk biaya untuk upaya penanganan dan pemulihan COVID-19.
Pembiayaan APBN melalui mekanisme pasar merupakan upaya pemerintah untuk tetap menjalankan kebijakan fiskal secara kredibel, disiplin, dan sustainabel di tengah kondisi perekonomian global yang volatil.
Di sisi lain, hal ini juga menggambarkan kebijakan fiskal yang responsif untuk mendukung 3 program prioritas pemerintah dalam penanganan COVID-19 yaitu penanganan masalah kesehatan, penyediaan jaring pengaman sosial, serta dukungan terhadap dunia usaha terutama UMKM.
Sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Menteri Keuangan menetapkan hasil transaksi penjualan SUN dalam valuta asing sebagai berikut:
Seri | RI1030 | RI1050 | RI0470 |
Tenor | 10,5 tahun | 30,5 tahun | 50 tahun |
Tanggal jatuh tempo | 15 Oktober 2030 | 15 Oktober 2050 | 15 April 2070 |
Pricing date | 6 April 2020 | ||
Tanggal setelmen/penerbitan | 15 April 2020 | ||
Nominal yang diterbitkan | USD1,65 miliar | USD1,65 miliar | USD1 miliar |
Tingkat kupon | 3,850% | 4,200% | 4,450% |
Yield | 3,900% | 4,250% | 4,500% |
Price | 99,573% | 99,150% | 99,009% |
Statistik Distribusi investor akan dipublikasikan pada tanggal setelmen |