Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai pemerintah pusat perlu menjamin hak dasar masyarakat yakni kesehatan dan sumber pendapatan dengan adanya larangan mudik.
Dalam kasus ini, Pemda tidak memiliki dana yang cukup sehingga pemerintah pusat yang berperan lebih besar dalam memberikan jaminan kepada masyarakat yang dilarang mudik.
"Pemda kita belum siap untuk berpikir out of the box, ini tekanan fiskalnya ke daerah luar biasa besar," kata Robert, Selasa (21/4/2020).
Meski demikian, dukungan pemerintah pusat kepada Pemda harus tetap berjalan mengingat Pemda juga dituntut untuk melakukan penanganan dari sisi kesehatan, social safety net, dan penanganan dampak ekonomi.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/2020, terdapat beberapa relaksasi atas kebijakan transfer ke daerah dalam rangka mendukung APBD Pemda.
Pertama, dana alokasi umum (DAU) dimungkinkan untuk diformulasikan dengan memperhatikan dampak COVID-19, kebutuhan belanja daerah, dan kepadatan penduduk.
Kedua, dana bagi hasil (DBH) juga dapat sisalurkan lebih awal dari yang seharusnya berdasarkan perkembangan pandemi COVID-19.
Menurut Robert, bisa saja ke depan diformulasikan bahwa semakin banyak beban masyarakat yang tidak mudik yang harus ditanggung oleh suatu wilayah, maka semakin besar pula dana yang diterima. Namun, hal ini nampaknya masih susah direalisasikan apabila pemerintah masih berpegang pada rumusan celah fiskal yang selama ini digunakan.
Perlu dicatat, bahwa yang dimaksud dengan mudik tidak lagi berupa mudik untuk bertemu keluarga dalam rangka merayakan Idul Fitri.
Mudik di situasi pandemi kali adalah pencarian sandaran ekonomi dan sosial yang tidak lagi bisa dipenuhi di kota akibat berkurangnya aktivitas perekonmian.
"Ini sudah mirip dengan karantina wilayah, mereka yang dilarang mudik harus dijamin pemmerintah karena mereka dilarang mencari penghidupan di kampung halamannya," kata Robert.