Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia mempertanyakan tingginya volume impor masker medis maupun alat pelindung diri medis pada awal kuartal II/2020.
Pasalnya, pemangku kepentingan sudah menyepakati akan menggunakan produk lokal pada akhir kuartal I/2020.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Rakhman menyampaikan bahwa pihaknya diundang oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menghadiri rapat virtual lintas instansi.
Adapun, anggota rapat tersebut merupakan perwakilan dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, dan pabrikan tekstil dan produk tekstil (TPT), seperti PT Asia Pacific Fiber Tbk.
"Diskusi terakhir [dalam rapat virtual lintas instansi] sudah clear [bahwa], produksi dalam negeri cukup. Bahkan, Kemenperin sudah buka ekspor, artinya pemenuhan dalam negeri tidak ada isu. Pertanyaanya, kenapa [masih ada] impor?" ujarnya kepada Bisnis, kamis (2/7/2020).
Rizal menyayangkan lonjakan impor tersebut lantaran produksi masker maupun APD medis lokal telah jauh melebihi kebutuhan nasional. Secara rata-rata produksi masker maupun APD medis nasional telah surplus sekitar 580 juta unit hingga akhir 2020.
Dia menuturkan bahwa pada masa pengembangan kain, Kemenkes memutuskan untuk melakukan importasi masker medis dan APD medis.
Menurutnya, Kemenkes berdalih bahwa produksi masker medis dan APD medis lokal membutuhkan waktu yang lama.
Oleh karena itu, Rizal mempertanyakan komitmen Kemenkes dalam menggunakan masker maupun APD medis nasional.
Pasalnya, masih ada beberapa pihak dalam Kemenkes yang berpendirian teguh untuk menggunakan masker maupun APD medis yang berbahan non-woven spundbond pilypropilene.
Rapat virtual lintas institusi pada Maret 2020 memutuskan bahwa masker dan APD medis yang akan diproduksi pabrikan lokal menggunakan bahan baku woven polyester.
Hal tersebut mengingat kapasitas produksi meltbond yang menjadi bahan baku produksi kain non-woven spunbond polypropilene hanya 100.000 ton per tahun.
"Ada [pihak Kemenkes] yang inginnya [APD maupun masker] spunbond wae [saja]. Padahal, yang kami [produksi] dari bahan woven polyester sudah kami tes dan lulus uji. Atau, mungkin ada yang main untuk kepentingan yang lain," ucapnya.