Bisnis.com, JAKARTA - Bea Cukai berhasil menggagalkan upaya pemasukan barang impor tiruan yang diduga melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) asal China.
Dalam upaya penegahan tersebut, otoritas kepabeanan berhasil mengamankan 185 karton berisi razor atau pisau cukur merk Gillette ditemukan petugas Bea Cukai pada Rabu (7/10//2020). Sebanyak 185 karton tersebut berisi 390.000 tangkai pisau cukur, dan 521.280 kepala pisau cukur yang diimpor oleh PT LBA dari China.
Upaya penggalan penyelundupan barang tiruan ini bermula dari pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas dari Bea Cukai Tanjung Emas, Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah dan DIY, Direktorat Penindakan dan Penyidikan, serta Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan.
"Terhadap temuan hasil pemeriksaan ditindaklanjuti Bea Cukai Tanjung Emas dengan melakukan penegahan dan memberikan notifikasi penegahan tersebut kepada right holder yang kemudian memberikan notifikasi balasan kepada Bea Cukai Tanjung Emas bahwa akan melanjutkan proses penegahan tersebut," demikian kata Kepala KPP BC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, Anton Martin dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/10/2020).
Setelah menyerahkan jaminan operasional kepada Bea Cukai Tanjung Emas dan mendapatkan risalah importasi barang tersebut dari Bea Cukai Tanjung Emas, right holder menindaklanjuti dengan mengajukan permohonan penangguhan sementara ke Pengadilan Niaga Semarang.
Anton mengatakan pada tanggal 19 Oktober 2020, Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan permohonan penangguhan sementara tersebut dan ditindaklanjuti oleh right holder dengan mangajukan jadwal pemeriksaan fisik bersama kepada Bea Cukai Tanjung Emas.
Keberhasilan penindakan ini juga tidak lepas dari peran right holder karena yang bersangkutan sebelumnya telah melakukan perekaman/rekordasi dalam sistem CEISA HKI pada 24 September 2020.
Rekordasi HKI sendiri telah diimplementasikan oleh Bea Cukai sejak 21 Juni 2018. Dengan adanya sistem ini, Bea Cukai dapat segera memberikan notifikasi kepada right holder apabila terjadi dugaan importasi/eksportasi barang yang melanggar HKI.
Oleh karena itu, kata Anton, penindakan atas barang impor atau ekspor yang melanggar HKI sangat penting dalam melindungi industri dalam negeri, terutama right holder maupun industri kreatif dalam negeri agar dapat tumbuh dan memiliki daya saing sehingga dapat berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak.
Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa Indonesia sangat concern terhadap perlindungan HKI sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia internasional dan menambah poin Indonesia agar dapat dikeluarkan dari priority watch list United States Trade Representative (USTR) untuk isu perlindungan HKI.
Adapun inergitas antar kementerian, lembaga dan aparat penegak hukum mutlak diperlukan untuk membuktikan keseriusan pemerintah dalam perlindungan HKI, termasuk peran serta aktif dan kesadaran masyarakat, khususnya right holder untuk melakukan rekordasi merek/hak cipta ke Bea Cukai.
Dengan demikian, tindakan secara ex-officio dapat segera dilakukan tanpa harus menyampaikan aduan karena pemalsuan HKI tidak hanya berdampak buruk bagi sektor industri namun juga bagi kesehatan konsumen.
"Sebagai contoh obat dan kosmetik palsu dan keselamatan konsumen, sparepart palsu bahkan dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan bagi kejahatan terorganisir dan terorisme," tukasnya.