Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan pengawasan yang ketat untuk memerangi barang impor ilegal dengan harga murah yang berasal dari pasar gelap (black market). Langkah tersebut belum berjalan efektif.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendag Isy Karim mengatakan bahwa Kemendag melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) terus melakukan upaya terhadap barang-barang yang tidak sesuai ketentuan dan berpotensi merugikan konsumen.
“Baik edukasi kepada konsumen maupun monitoring dan pengawasan terhadap barang-barang yang tidak sesuai ketentuan dan berpotensi merugikan konsumen serta K3L [keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan],” kata Isy kepada Bisnis, dikutip pada Minggu (8/6/2025).
Isy menjelaskan bahwa Ditjen PKTN, baik secara mandiri ataupun bersama-sama dengan kementerian/lembaga maupun unit teknis lainnya akan terus melakukan pengawasan serta penegakan hukum sesuai tugas dan fungsi.
Di samping itu, Isy menambahkan bahwa pemerintah juga secara intensif melakukan pengawasan terpadu dalam melindungi UMKM, menjaga daya saing industri nasional, dan perlindungan konsumen.
Terlebih, Isy mengungkap bahwa Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) telah membentuk Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan Barang Impor Ilegal, yang terdiri atas kementerian/lembaga terkait serta aparat penegak hukum dan Ditjen PKTN juga tergabung serta selalu berkoordinasi dalam desk tersebut.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyebut barang yang dijual dengan harga murah berasal dari black market alias ilegal masih banyak ditemukan. Barang tersebut membuat nasib buruh makin menyedihkan.
Ketua Umum KSPN Ristadi menyebut fakta adanya barang ilegal murah melalui black market itu ia temukan usai berdialog dengan beberapa pemilik kios di pasar.
“Kami sempat ngobrol dengan beberapa yang punya los toko, jadi dalam mereka mendapatkan barang itu mereka istilahnya ada namanya black market. Artinya barang-barang memang yang barang tidak asli, barang ilegal sehingga kemudian harganya jauh lebih murah,” ungkap Ristadi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (30/5/2025).
Sementara itu, Ristadi meyakini pemerintah telah mengetahui adanya praktik barang impor ilegal sejak lama dengan membentuk Satgas pemberantasan impor ilegal.
“Tapi itu waktu pertama-pertama saja, sampai sekarang ini kita tidak pernah mendengar lagi ada aktivitas daripada Satgas tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan penelusuran KSPN, pasar tekstil dalam negeri terus dibanjiri produk-produk impor dengan harga yang murah. Alhasil, produk tekstil sandang alas kaki dan aneka barang kebutuhan lainnya yang diproduksi oleh pabrik dalam negeri tidak terserap di pasar domestik.
Ristadi menuturkan bahwa kondisi itu membuat stok barang menjadi menumpuk dan perusahaan mengambil tindakan menurunkan produktivitas hingga menghentikan total produksinya serta menutup pabriknya, yang memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi tak terbendung di industri padat karya, termasuk tekstil.
“[Penyebab] hasil produksi pabrik-pabrik tempat kami bekerja tidak laku, karena ternyata di pasar-pasar domestik kita, pasar-pasar besar seperti Tanah Abang dan lain sebagainya, itu mayoritas sudah diisi [dan] dikuasai oleh barang-barang tekstil dari luar negeri yang harganya jauh lebih murah,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan keberadaan barang impor ilegal bisa mengganggu struktur persaingan usaha menjadi tidak sehat di Tanah Air.
“Dunia usaha sangat prihatin dengan maraknya peredaran barang impor ilegal yang tidak hanya merugikan industri nasional, tetapi juga mengganggu struktur persaingan usaha yang sehat,” kata Shinta kepada Bisnis.
Di samping itu, Shinta menuturkan bahwa barang impor ilegal yang berasal dari black market juga memberikan tekanan besar bagi industri padat karya.
“Barang-barang dari pasar gelap yang dijual jauh di bawah harga wajar tentu memberi tekanan besar, khususnya bagi sektor-sektor padat karya yang saat ini tengah menghadapi tantangan berat dari sisi permintaan global maupun daya beli domestik,” ujarnya.
Meski demikian, Shinta menyatakan Apindo mendukung langkah pemerintah untuk mengendalikan arus barang impor ilegal melalui penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum.
Menurutnya, pembentukan satuan tugas atau Satgas adalah inisiatif yang positif. Namun, sambung dia, tingkat efektivitasnya sangat bergantung pada kredibilitas, independensi, dan koordinasi lintas sektor, termasuk kementerian/lembaga, aparat penegak hukum, dan pelaku usaha.
“Solusi terhadap impor ilegal harus menyasar akar persoalan, mulai dari penegakan hukum dan penguatan sistem pengawasan, hingga reformasi regulasi yang adil, efektif, dan berpihak pada keberlanjutan industri nasional,” pungkasnya.