Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri kimia dasar memperoyeksi pertumbuhan tahun ini akan berada di level minus 20 persen mengingat sejumlah industri hilir pengguna juga tak sedikit yang mencatatkan penyusutan lebih dari dari 20 persen.
Padahal tahun lalu, Kementerian Perindustrian mencatat industri kimia, farmasi, dan obat tradisional (IKFT) tumbuh 8,38% didorong oleh peningkatan produksi bahan kimia, barang dari kimia, serta produk farmasi, obat kimia, dan obat tradisional.
Adapun tahun ini pemerintah masih optimistis pertumbuhan sektor IKFT pada angka 0,40 persen tahun ini dengan kontribusi mencapai 4,2 persen. Target ini sudah memperhitungkan perkembangan industri akibat dampak pandemi Covid-19.
Namun, Ketua Umum Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida) Michael Susanto Pardi mengatakan dengan sisa kurang dari dua bulan tahun ini kondisi masih cukup menantang.
Menurut Michaekl berkaca dari indeks manufaktur Oktober saja, hasilnya Indonesia masih di bawah 50. Artinya, kontraksi masih berlangsung karena belum dapat kembali pada kondisi pra pandemi.
"Untuk sisa dua bulan ini yang kami lakukan masih dalam mode survival. Growth 2020 vs 2019 prediksi kami minus 20 persen secara average karena ada beberapa industri yang dibawah 20 persen jauh," katanya kepada Bisnis, Selasa (3/11/2020).
Baca Juga
Michael mengemukakan saat ini utilisasi masih tertahan dengan kisaran 40-60 persen. Sementara dengan proyeksi makro ekonomi yang belum membaik tahun depan, Michael menuturkan utilisasi juga diprediksi masih bermain di level 50-70 persen atau tidak bisa naik banyak.
Sementara itu, menurut Michael saat ini yang paling diharapkan industri adalah terimplementasinya program subtitusi impor yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pasalnya, dengan berbagai tekanan yang terjadi industri kimia juga masih diusik oleh banyaknya bahan baku dan produk jadi yang bisa diproduksi lokal tetapi masih impor.
Sisi lain, Michael memastikan adanya investasi dari luar negerti tentunya sangat disambut baik di indonesia, tetapi pemerintah juga perlu membantu industri yang sudah eksisting.
"Kadangkala kami berasa dilupakan karena pemerintah lebih fokus memberikan insentif dan support ke investor baru. Kami yang sudah existing, perlu juga didukung, dijaga dan diayomi," ujar Michael.
Dia menilai bukan menjadi rahasia lagi bahwa tidak mudah mengoperasikan pabrik di Indonesia, yakni akibat banyaknya gangguan sosial, dan perizinan berlapis yang meski saat ini dijanjikan akan selesai dalam Omnibus Law.