Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan perusahaan rempah asal Belanda, Verstegen, berencana mengembangkan kebun dan industri pala di Fakfak, dan Kaimana, Papua Barat.
"Saya baru pulang dari Belanda, saya bawa oleh-oleh untuk Papua. Itu ada perusahaan, yang dulunya VOC, sekarang perusahaan itu namanya Verstegen, itu akan membangun 40 ribu hektare kebun pala di Fakfak dan Kaimana," katanya, Senin (23/11/2020).
Bahlil menuturkan investasi tersebut diharapkan akan dapat mendorong sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena banyaknya masyarakat yang berkebun pala. Dengan investasi di bidang perkebunan dan pengolahan pala, diharapkan pula harga komoditas rempah tersebut bisa terdongkrak dan bisa memiliki pasar tersendiri.
"Ini [investasi] yang akan kita lakukan dan 2021 sudah mulai. Kemarin saya sudah ngomong pada mereka untuk lakukan kerja sama pembangunan kebun termasuk industrinya di Papua Barat," katanya.
Verstegen Spices & Sauces BV merupakan perusahaan produsen dan importir asal Belanda yang bergerak di sektor rempah-rempah. Perusahaan itu juga mengimpor pala, kayu manis, lada hitam dan lada putih dari Indonesia.
Verstegen jadi satu dari empat perusahaan yang ditemui Bahlil dalam kunjungan kerjanya ke Belanda, pekan lalu. Bahlil hadir di negeri kincir angin untuk memenuhi undangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag dan KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia.
Baca Juga
Ia juga dijadwalkan akan melakukan pertemuan dengan empat Chief Executive Officers (CEOs) perusahaan multinasional atau korporasi global yang bergerak di beberapa sektor industri, yakni Verstegen, FrieslandCampina, Wavin B.V., dan Infineon.
KOMODITAS UNGGULAN
Papua Barat adalah salah satu penghasil pala terbesar di Indonesia. Provinsi lainnya adalah Maluku Utara, Maluku, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Pemerintah Provinsi Papua Barat diketahui terus berupaya mendorong pengembangan terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk lima komoditas unggulan di daerah tersebut. Kelima komoditas unggulan meliputi kakao, rumput laut, kopi, pala, dan kelapa varietas dalam.
Pemda setempat juga mendorong munculnya industri kreatif dari pengembangan komoditas unggulan tersebut. “Pengembangan lima komoditas tersebut termasuk ekowisata dan ekonomi kreatif masuk dalam skema pembangunan ekonomi hijau di Papua Barat,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Papua Barat, Charlie Heatubun.
Dia menjelaskan bahwa hal itu sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Manokwari pada konferensi internasional keanekaragaman hayati, ekowisata, dan ekonomi kreatif yang dilaksanakan di Manokwari pada Oktober 2018 lalu.
Dia mengungkapkan rancangan utama serta peta investasi hijau di Papua Barat telah disusun. Pihaknya pun telah menginisiasi pembentukan satuan tugas komoditas unggulan yang akan mendorong pengembangan dari hulu hingga hilir.
Dalam grand desain yang disusun bersama sejumlah mitra pemerintah ini, kata Charlie, di antaranya mendorong agar industri kreatif muncul dari pengembangan lima komoditas unggulan tersebut.
Dengan demikian, ada manfaat yang lebih besar serta dampak ekonomi yang lebih masif dari pengembangan itu.
“Misalnya dari kakao Ransiki di Manokwari Selatan, kami akan dorong agar ada produk olahan kakao yang dilakukan masyarakat. Bisa dalam bentuk industri rumah tangga, berdirinya kedai minuman, spa dan lain sebagainya,” kata Charlie.
Menurutnya, dengan produk olahan keuntungan yang diperoleh masyarakat atau petani akan jauh lebih besar dibandingkan dengan sekadar menjual produk mentah.
“Kakao kering kualitas premium di Ransiki hanya Rp45.000 per kilo. Kalau petani bisa memproduksi dalam bentuk bubuk 1 kg harganya bisa mencapai Rp250.000,” ujarnya.
Hal serupa juga didorong untuk komoditas lain yakni buah pala, kopi, rumput laut serta kelapa dalam. Potensi pasar untuk lima komoditas ini dinilai masih sangat besar, baik dalam bentuk produk mentah maupun olahan.
Untuk produk mentah, lanjut Charlie Papua Barat sudah bisa memasok beberapa komoditas unggulan ke sejumlah daerah. Bahkan sudah melakukan ekspor ke beberapa negara di wilayah Eropa seperti Inggris, Belanda, dan Prancis.
“Kakao sudah kirim ke Surabaya dan kirim ke Inggris, Belanda dan Prancis. Rumput laut Wondama baru pasar dalam negeri saja. Untuk kopi baru bisa untuk kebutuhan lokal saja, karena produksinya masih sedikit,” katanya.
Sementara itu, produksi pala di Kabupaten Fakfak sudah diekspor ke sejumlah negara, baik di wilayah Asia maupun Eropa.