Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat ada beberapa tantangan bagi pemerintah dalam memenuhi target investasi sebesar Rp5.000 triliun pada 2024.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menetapkan target investasi sebesar Rp4.983,2 triliun dari 2020 hingga 2024. Pada 2020, realisasi investasi berhasil mencapai Rp826,3 triliun. Sementara itu pada tahun ini nilai investasi ditargetkan sebesar Rp858,5 triliun. Target pada 2022, 2023, dan 2024 masing-masingnya sebesar Rp968,4 triliun, Rp1.099,8 triliun, dan Rp1.239, triliun.
Tauhid mengatakan, rencana pemerintah tersebut disusun pada saat belum merebaknya pandemi Covid-19. Tentunya akan ada perbedaan besar setelah terjadi pandemi Covid-19 yang akan mempengaruhi investasi, baik secara global maupun di dalam negeri.
“Ada perbedaan yang besar ketika penyusunan dokumen dilakukan sebelum [pertumbuhan ekonomi] terkoreksi, [target hingga 2024] menjadi tidak realistis meski target investasi di 2020 tercapai,” katanya kepada Bisnis, Kamis (28/1/2021).
Dia menjelaskan, tercapainya target investasi pada 2020 karena BPKM gencar menyelesaikan investasi proyek yang mangkrak. Nilai proyek tersebut dinilai potensial, namun jumlah proyek mangkrak yang sudah terealisir besar pada tahun lalu akan semakin berkurang dan tidak dapat terus diandalkan pemerintah.
Dengan demikian, pemerintah harus kembali bergantung pada pola investasi yang normal. Artinya, investasi akan sangat bergntung pada situasi pemulihan ekonomi di masing-masing negara dan situasi pasar investasi asing langsung di tataran global.
Baca Juga
Di samping itu, Tauhid mengatakan, stuktur investasi di Indonesia lebih didominasi oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN). Sementara tren PMDN semakin mengecil dalam 5 tahun terakhir.
“Nilainya kan mengecil 5 tahun terakhir, tapi jumlah proyeknya makin banyak. Artinya susah sekarang untuk mengejar [investasi skala besar]. Mungkin hanya beberapa sektor misal pertambangan,” jelasnya.
Di sisi lain, menurutnya UU Cipta Kerja akan mendorong masuknya investasi, namun tidak menyelesaikan seluruh permasalahan yang menjadi kendala investasi di Indonesia.
Selain faktor perizinan, dia mengatakan ada faktor lain yang tidak terlalu mendukung iklim investasi, yaitu infrastuktur terutama di luar Pulau Jawa.
“[Investasi di luar Pulau Jawa] porsinya kan besar, pemerintah belum mampu menyediakan infrastruktur yang kualitasnya sama seperti di Pulau Jawa, misal pelabuhan dan penyediaan energi listrik,” tuturnya.