Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan mengeluarkan imbauan kepada rumah pemotongan hewan di kawasan Jabodetabek untuk tidak menerima sapi dengan harga di atas Rp52.000 per kilogram bobot hidup.
Langkah ini dilakukan agar harga di tingkat konsumen bisa tetap terkendali seiring dengan tren kenaikan komoditas tersebut jelang Lebaran.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan imbauan ini dikeluarkan untuk mendorong keberpihakan pelaku usaha terhadap konsumen. Selain kebijakan pengendalian harga sapi hidup, Oke mengatakan operasi pasar oleh pedagang dan Perum Bulog dengan daging beku juga dilakukan.
“Hal ini dimaksudkan untuk mendorong keberpihakan pelaku usaha atas kebutuhan masyarakat menghadapi Lebaran. Untuk pemenuhan juga didukung dengan operasi pasar oleh asosiasi pedagang maupun Bulog,” kata Oke ketika dihubungi, Selasa (11/5/2021).
Harga rata-rata daging sapi secara nasional berada di level Rp130.200 per kilogram menurut data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP).
Harga tersebut naik 6,20 persen dibandingkan dengan bulan lalu dan 4,33 persen lebih tinggi dibandingkan harga sepekan lalu ketika masih berada di level Rp124.800 per kilogram.
Baca Juga
Harga terendah terpantau berada di Provinsi Bali dengan rata-rata harga penjualan daging sapi Rp96.250 per kg. Sementara harga tertinggi berada di Provinsi Aceh yakni Rp160.000 per kg dan harga rata-rata di Provinsi DKI Jakarta adalah Rp140.000 per kg.
“Untuk Aceh memang ada preferensi masyarakat yang lebih memilih sapi lokal,” kata Oke menjelaskan kondisi harga di Aceh yang jauh lebih tinggi.
Meski harga rata-rata telah berada di atas harga acuan penjualan Rp80.000 per kg sampai Rp105.000 per kg sebagaimana tertuang dalam Permendag No. 7/2020, Oke mengatakan harga secara nasional terkendali.
“Di DKI dan Bodetabek harga juga sangat bervariasi. Banyak yang memanfaatkan momentum menjelang Lebaran. Namun rata-rata nasional harga terkendali, tinggal variasi di tingkat lokal,” katanya.
Dia juga menjelaskan kenaikan harga daging turut dipengaruhi oleh kurang diminatinya bagian jeroan sapi pada momen Lebaran. Sebagai kompensasi, pedagang memilih menaikkan harga daging sapi untuk menutup menurunnya penjualan jeroan.
“Jeroan tidak diminati masyarakat ketika Lebaran sehingga dikompensasi ke harga daging,” kata dia.
Oke memperkirakan harga daging sapi bisa mulai turun pada semester kedua. Perbaikan populasi sapi di Australia, sebagai pemasok sapi bakalan dan daging beku ke Indonesia, diharapkan dapat mulai menurunkan harga di level importir.