Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan kuota Solar bersubsidi sebanyak 15,8 juta kilo liter (KL) mencukupi untuk kebutuhan masyarakat tahun ini, meski sempat terjadi lonjakan permintaan.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih menuturkan, kuota Solar bersubsidi tahun ini yang dipatok 15,8 juta kilo liter telah diatur dengan mempertimbangkan kondisi yang akan terjadi sepanjang tahun ini.
Dengan demikian, nantinya juga akan dilakukan pengendalian agar kuota yang telah ditetapkan tahun ini bisa tetap mencukupi.
“Sampai saat ini kuota Solar itu sudah terdistribusi 11,29 juta KL sampai kuartal III/2021. Jadi masih ada sekitar 4,5 juta KL, sepertinya cukup kalau lihat volumenya,” katanya dalam paparan Kementerian ESDM, Senin (25/10/2021).
Soerjaningsih menegaskan, pihaknya bakal terus memantau perkembangan pasokan Solar agar tidak terjadi kelangkaan di tengah masyarakat. Dia pun mengakui bahwa konsumsi Solar bersubsidi tengah mengalami tren kenaikan.
Menurutnya, peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) tidak hanya terjadi pada Solar bersubsidi. Pasalnya, pertumbuhan permintaan tidak hanya terjadi di segmen ritel, namun juga pada segmen industri dan pertambangan.
Baca Juga
Pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan tingginya harga komoditas juga menjadi salah satu pendorong pertumbuhan konsumsi BBM ke arah rata-rata konsumsi sebelum pandemi Covid-19.
“Dari sisi pasokan yang kami pantau setiap hari, pasokan Pertamina sebenarnya cukup aman secara nasional maupun regional,” jelasnya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mencatat peningkatan konsumsi gasoil yang didominasi oleh Solar bersubsidi. Pada Semester I/2021 konsumsi gasoil tercatat sebesar 37.813 KL per bulan dan terus meningkat hingga mencapai 44.439 KL pada September 2021, atau naik sekitar 17 persen.
Pjs. Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan, Pertamina telah melakukan penambahan volume penyaluran Solar ke beberapa wilayah yang mengalami peningkatan konsumsi secara signifikan, seperti Sumatra Barat yang naik 10 persen, Riau 15 persen, dan Sumatra Utara 3,5 persen.
“Stok untuk produk yang meningkat signifikan, yaitu Solar mencapai 17 hari dan Pertamax mencapai 18 hari. Pengiriman dari Terminal BBM juga terus dilakukan setiap hari ke seluruh SPBU, dan kilang juga terus berproduksi, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,” katanya.
Sementara itu, untuk mencegah terjadinya kelangkaan BBM bersubsidi, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) merelaksasi pengaturan distribusi.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati menegaskan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan BBM hingga ke SPBU di masyarakat. Dia mengatakan, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi dengan badan usaha penerima penugasan penyaluran Solar bersubsidi, yaitu PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk.
Erika menuturkan bahwa dengan perubahan pola konsumsi tersebut, BPH Migas segera melakukan langkah-langkah dengan mengevaluasi pengaturan kuota Solar bersubsidi.
“Dengan mempertimbangkan berbagai hal, termasuk kebutuhan masyarakat, kami telah menerbitkan surat relaksasi distribusi Solar bersubsidi, yaitu memberikan kewenangan pengaturan kuota lebih lanjut kepada Pertamina Patra Niaga dengan penyesuaian kuota untuk wilayah atau sektor pengguna yang under dan over kuota sepanjang tidak melebihi kuota nasional 15,8, juta KL,” kata Erika.