Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis perumahan di China terus merosot. Proyek baru pengembang sebagai indikator utama investasi anjlok 33 persen per Oktober 2021 year-on-year (yoy), sementara pembelian tanah menyusut 24 persen dari September (month-to-month/mtm).
Kondisi makin buruk, karena proyek yang diselesaikan oleh pengembang juga menyusut 21 persen yoy kemungkinan karena penimbunan uang tunai.
Pemerintah China membuat kebijakan yang memantau pmanfaatan dana dari hasil prapenjualan para developer fokus untuk menyelesaikan proyek yang tengah berjalan, bukan untuk memulai proyek baru.
Harga rumah baru di 70 kota turun 0,25% bulan lalu mtm, jatuh untuk pertama kalinya dalam 6 tahun, angka Biro Statistik Nasional menunjukkan pada Senin (15/11/2021).
Penjualan perumahan turun 24 persen dari tahun sebelumnya, terbesar sejak tahun lalu, memukul kalangan developer selama periode yang biasanya merupakan musim sibuk bagi bisnis real estat, demikian perhitungan Bloomberg berdasarkan data resmi.
Angka-angka tersebut dapat menambah spekulasi bahwa regulator akan mempertimbangkan untuk mengurangi tindakan keras mereka pada leverage di industri real estat karena penurunan properti berisiko menggagalkan pemulihan ekonomi China.
Baca Juga
Krisis likuiditas di raksasa industri China Evergrande Group menyebar ke para pesaingnya, yang berjuang untuk membiayai kembali utang mereka, terutama di pasar obligasi dolar.
"Perlambatan di sektor properti adalah risiko utama untuk prospek makro dalam beberapa kuartal ke depan," tulis Zhiwei Zhang, Ekonom Kepala di Pinpoint Asset Management, dalam catatan pada Senin.
Penurunan harga dapat menghalangi pembeli rumah yang khawatir tentang nilai aset mereka, sehingga mempersulit pengembang untuk menjual properti dan menghasilkan uang tunai yang sangat dibutuhkan untuk membiayai utang.
Penurunan harga bulan lalu, yang tidak termasuk perumahan bersubsidi negara, semakin dalam dari 0,08 persen pada September.
Nilai rumah di pasar sekunder merosot 0,32 persen, penurunan terbesar sejak Februari 2015. Setidaknya 21 kota, sebagian besar lebih kecil dan dengan ekonomi yang lebih lemah, memberlakukan harga terendah yang dapat dijual pengembang untuk membatasi kemerosotan pasar, tulis China Business News.