Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Properti Tekan Pertumbuhan China ke Level Era 1990

Pemerintah China memperketat pergerakan bisnis properti yang sarat utang. Dampaknya, pertumbuhan perekonomian negara itu tahun depan diprediksi kembali ke level 1990-an.
Wajah properti di Beijing, China, foto file 10 Januari 2017./Reuters
Wajah properti di Beijing, China, foto file 10 Januari 2017./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Goldman Sachs Group Inc, Nomura Holdings Inc, dan Barclays memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada 2022 menjadi di bawah 5 persen. Selain tahun lalu yang tertekan pandemi Covid-19, itu akan menjadi yang terlemah sepanjang lebih dari 30 tahun terakhir.

Ekonomi China melambat ke posisi terendah seperti pada 1990, harga yang tampaknya harus dibayar Presiden Xi Jinping sebagai imbas berbagai langkahnya untuk mengurangi ketergantungannya pada sektor properti yang sarat utang.

Itu menjadi penurunan besar dari tingkat prapandemi yang mendekati 7 persen. Mengingat status China sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, itu berarti permintaan yang lebih lemah untuk komoditas yang dipompa oleh negara-negara seperti Australia dan Indonesia.

Selain itu, bakal terjadi pengeluaran yang lebih lambat oleh konsumen China yang sangat penting bagi perusahaan multinasional dari Apple Inc hingga Volkswagen.

Para ekonom, sebagaimana dilansir Bloomberg pada Rabu (17/11/2021), mulai menyadari bahwa Politbiro Partai Komunis, badan pembuat keputusan tertinggi, serius ketika berjanji tahun ini untuk tidak menggunakan sektor properti untuk merangsang ekonomi seperti yang terjadi setelah penurunan pada masa lalu.

Para pejabat mengatakan kelebihan pasokan perumahan merupakan ancaman bagi stabilitas ekonomi, dan ingin investasi masuk ke sektor-sektor yang diprioritaskan seperti manufaktur berteknologi tinggi daripada lebih banyak apartemen.

Chen Long, ekonom di Plenum, konsultan yang berbasis di Beijing, mengatakan Presiden Xi menganggap sektor properti terlalu besar. “Dia secara pribadi terlibat dalam kebijakan real estat, jadi kementerian tidak berani melonggarkan kebijakan tanpa persetujuannya."

China telah memperketat kebijakan yang berkaitan dengan dana yang beredar di seputar properti. Pemerintah China sejak kuartal ketiga tahun lalu membuat kebijakan tiga garis merah yang intinya memantau ketat pergerakan utang developer.

Terakhir, Pemerintah China pun memperketat pengawasan dana hasil prapenjualan developer agar fokus untuk menuntaskan proyek yang tengah berjalan, bukan untuk mulai menggarap proyek baru.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper