Bisnis.com, JAKARTA - S&P Global Ratings memprediksi semakin banyak pengembang China berisiko gagal bayar karena krisis likuiditas, meski bank sentral memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
Direktur S&P Esther Liu menilai pemangkasan rasio cadangan wajib tidak akan cukup untuk menyelamatkan pengembang properti dengan peringkat tunggal B dan terancam default.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (7/12/2021), peminjam ini sudah terkena kesulitan pendanaan karena investor menjadi lebih selektif di tengah risiko penyebaran dari Evergrande Group.
"Kami memperkirakan akan ada lebih banyak restrukturisasi utang, lebih banyak penawaran pertukaran yang mungkin kami identifikasi sebagai bursa yang tertekan karena kurang dari janji aslinya," kata Liu.
Bank Rakyat China (PBOC) pada Senin mengumumkan akan mengurangi rasio cadangan wajib (RRR) perbankan sebesar 0,5 persen yang efektif pada 15 Desember, melepas likuiditas senilai 1,2 triliun yuan atau US$188 miliar.
PBOC menyatakan bahwa pemangkasan pada RRR merupakan kebijakan moneter reguler.
Baca Juga
"Arah kebijakan moneter yang hati-hati belum berubah. [Bank sentral] akan terus melanjutkan kebijakan moneter yang normal, menjaga stabilitas, konsistensi dan keberlanjutan kebijakan, dan tidak akan membanjiri ekonomi dengan stimulus," ungkap PBOC.
Pemegang obligasi China Evergrande Group belum menerima pembayaran kupon yang lewat jatuh tempo setelah akhir masa tenggang.
Sementara itu, pemegang obligasi Kaisa Group telah mengirim surat permintaan pembayaran formal sehingga mengulur waktu dan menghindari gagal bayar obligasi senilai US$400 juta yang jatuh tempo pada Selasa.
Nilai obligasi dolar Evergrande sebagian besar tidak berubah pada Selasa dengan catatan jatuh tempo Maret 2022 pada 22,5 sen dolar Amerika, sementara obligasi jatuh tempo 2025 tetap di level 18,6 sen.