Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri kimia dasar membidik pertumbuhan 5–7 persen pada tahun ini setelah ekspansi pada 2021 tidak optimal dibayang-bayangi pembatasan ketat.
Ketua Umum Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida) Michael Susanto Pardi mengatakan telah terjadi perbaikan utilisasi sepanjang tahun lalu dibandingkan dengan 2020 ke rentang 50–60 persen.
Pada 2022, utilisasi kapasitas produksi diharapkan dapat mencapai 60–70 persen sehingga dapat mengerek pertumbuhan industri.
"Utilisasi 2021 versus 2020 ada kenaikan, tetapi di Juli-September agak turun karena dampak [varian] Delta. Di kuartal 4 mulai naik sedikit. Harapannya di 2022 ini membaik," kata Michael kepada Bisnis, Senin (3/1/2022).
Sementara itu, kinerja industri pada 2021 diperkirakan hanya naik 3–5 persen. Tahun ini industri masih akan dihadapkan pada tingginya harga bahan baku dan lonjakan biaya pengapalan yang belum mereda. Hal itu menjadi potensi beban bagi kinerja industri dan ekonomi pada tahun ini.
"Ada kekhawatiran dampak kenaikan [harga] raw material global karena krisis energi dan freight cost. Jadi modal kerja untuk beli bahan baku naik banyak, itu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi," katanya.
Kenaikan harga bahan baku yang membebani industri juga digarisbawahi oleh IHS Markit dalam laporan purchasing managers' index (PMI) manufaktur terbarunya. Meski angka PMI manufaktur Indonesia tetap berada di level ekspansif 53,5 pada bulan lalu, kenaikan harga input yang signifikan menyebabkan produsen meneruskan beban itu kepada konsumen.
Selain itu, waktu pemenuhan pesanan input terus mengalami penundaan pada Desember 2021. Waktu tunggu pengiriman dari pemasok meningkat tajam daripada bulan sebelumnya, didorong oleh penundaan
pengiriman dan kekurangan pasokan.