Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Singapura secara resmi telah menyepakati penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya dilayani oleh Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura selama 76 tahun.
Kesepakatan tersebut ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan penyesuaian FIR oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dengan Menteri Transportasi Singapura S. Iswaran, yang disaksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1/2022) di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan lewat kesepakatan tersebut, Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau Airnav Indonesia akan melayani FIR di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna.
Kesepakatan ini, lanjutnya, juga merupakan buah dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh pemerintah untuk melakukan negosiasi penyesuaian FIR dengan Pemerintah Singapura.
“Alhamdulillah, hari ini merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kita berhasil melaksanakan amanat Undang-Undang No.1/2009 Tentang Penerbangan. Ini bukti keseriusan Pemerintah Indonesia,” kata Budi dalam siaran pers, Selasa (24/1/2022).
Dia menambahkan untuk mempercepat implementasi persetujuan ini, pemerintah secara intensif akan melakukan proses lanjut sesuai perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan ICAO.
Baca Juga
Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo mengatakan dengan adanya penandatanganan perjanjian penyesuaian FIR, maka ruang lingkup FIR Jakarta akan melingkupi seluruh wilayah udara teritorial Indonesia, terutama di daerah Kepulauan Riau dan Kepulauan Natuna.
“Ke depan, diharapkan kerja sama penegakkan hukum, keselamatan penerbangan, dan pertahanan keamanan kedua negara dapat terus diperkuat berdasarkan prinsip saling menguntungkan,” jelas Presiden.
Awal mula FIR dikelola oleh Singapura, berawal ketika Konvensi ICAO di Dublin, Irlandia pada 1946. Saat itu, Negeri Singa yang masih dikuasai Inggris dianggap mumpuni dari aspek peralatan dan SDM, sementara Indonesia baru merdeka sehingga tidak hadir pada pertemuan tersebut.