Menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas pada 2045 merupakan impian bangsa ini. Lalu, bagaimanakah mewujudkan impian menjadi kenyataan?
Caranya adalah dengan membangun fundamental perekonomian Indonesia yang kokoh, disertai rata-rata pertumbuhan ekonomi 6% per tahun. Untuk itu, diperlukan langkah strategis dalam pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah, dan panjang, yaitu melalui transformasi ekonomi.
Saat ini, merupakan momentum yang tepat untuk melakukan transformasi ekonomi di mana transformasi akan menjadi efektif jika dilakukan di saat pertumbuhan ekonomi sebuah negara mengalami tren positif. Modalnya berupa kekuatan aktivitas perekonomian dalam negeri, yang digerakkan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) nasional.
Kondisi perekonomian yang bertumbuh dapat dilihat dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2022 berada dalam rentang 4,5%—5,2%. Hal senada juga disampaikan oleh Bank Dunia memproyeksikan perekonomian Asia Pasifik sebesar 4%—5%.
Kemudian, indikator berikutnya adalah terbukanya keran aktivitas ekonomi dalam negeri yang mengakar kuat melalui UMKM. UMKM menjadi syarat mutlak bagi kekuatan ekonomi nasional. Sebagaimana kita ketahui bersama, peran UMKM cukup siginifikan sebagai tulang punggung ekonomi bangsa. Sejarah telah membuktikan keperkasaan UMKM dalam menyelamatkan perekonomian negeri ini. Saat ini, UMKM menyumbang 73% total tenaga kerja nasional, 37,3% Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dengan transaksi senilai Rp4.235 triliun (Data Akumindo, ABDSI, & Kemenkop dan UKM, 2021).
Pertanyaannya adalah mengapa negeri ini harus melakukan transformasi ekonomi dengan segera? Apa tujuan dan manfaatnya? Transformasi dilakukan agar bangsa ini dapat meningkatkan produktivitas ekonomi berkelanjutan. Manfaatnya agar perekonomian Indonesia dapat menghilangkan disparitas dan kesenjangan, dan tujuannya untuk akselerasi percepatan pertumbuhan ekonomi. Indonesia harus memanfaatkan segala potensi yang dimiliki negeri ini baik dari populasi dan potensi penduduk, kekayaan sumber daya alamnya, serta luasnya wilayah yang dimiliki.
Secara teori ekonomi, menurut penulis, key indicator performance (KPI) transformasi ekonomi harus bertumpu pada tiga aspek. Pertama, mengubah ekonomi berbasis konsumsi menjadi ekonomi berbasis produksi. Kedua, alokasi anggaran negara yang lebih tepat sasaran untuk pengentasan kemiskinan. Ketiga, mendorong pembangunan yang lebih merata di luar Pulau Jawa.
Adapun strategi dalam merealisasikan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, yakni dengan meningkatkan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM), meningkatkan produktivitas ekonomi, transformasi ekonomi hijau, transformasi digital, interkonektivitas ekonomi domestik, pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), dan percepatan program penghiliran industri.
Pertama, meningkatkan daya saing SDM dengan melakukan upgrade jalur pendidikan maupaun pemberian ketrampilan dengan standar internasional supaya mempunyai daya saing yang unggul.
Kedua, meningkatkan produktivitas ekonomi. Indonesia memiliki bonus demografi, di mana sekitar 60% penduduk Indonesia berusia di bawah 39 tahun yang memiliki potensi kreativitas dan inovasi yang sejalan dengan perkembangan teknologi.
Ketiga, transformasi ekonomi hijau. Industri Energi Baru dan Terbarukan (EBT) memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi ke depan karena Indonesia harus memenuhi komitmen untuk mengurangi emisi karbon.
Keempat, transformasi digital harus mendukung pembangunan industri yang inklusif dan berkelanjutan dengan memperbesar partisipasi pelaku UMKM dalam global value chain, memperkuat SDM sektor IKM, mendorong berjalannya ekonomi sirkular, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam.
Kelima, interkonektivitas ekonomi domestik. Melalui pembangun infrastruktur di seluruh wilayah, harapannya akan menekan biaya logistik serendah mungkin. Ekosistem industri menjadi terbentuk secara efektif dan efisien, sehingga mendorong pusat-pusat bisnis baru untuk pemerataan pembangunan ekonomi.
Keenam, pemindahan IKN akan meningkatkan investasi di ibu kota baru dan provinsi sekitar. Dengan begitu, akan mendorong pemerataan pembangunan di mana 50% lebih wilayah Indonesia akan mengalami peningkatan perdagangan jika ibu kota dipindahkan ke wilayah yang memiliki konektivitas yang baik dengan provinsi lainnya. Selain itu, pemindahan ibu kota negara akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 0,1%—0,2%.
Ketujuh, momentum percepatan program penghiliran industri. Komoditas yang diekspor ke depannya bukan lagi berupa bahan baku, tetapi berupa barang setengah jadi atau barang jadi untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja, dan memberi peluang usaha di Indonesia.
Harapannya, akselerasi transformasi ekonomi dapat berjalan secara efektif. Perlu sinergi, kolaborasi, dan komitmen semua pihak baik dari Kementerian/Lembaga/Instansi dan swasta untuk melakukan penguatan pondasi ekonomi yang ada. Walhasil, jika pondasi ekonomi kuat dan kokoh, maka mewujudkan Indonesia menjadi negara maju pada 2045 menjadi kenyataan.