Bisnis.com, JAKARTA-Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) memperkirakan ekspor minyak sawit mentah sepanjang Mei ini akan anjlok sebesar 63 persen.
Hal tersebut seiring dengan dilarangnya ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya oleh pemerintah sejak 28 April 2022.
Direktur Eksekutif Gimni Sahat Sinaga menuturkan sebelum pelarangan CPO pun, pada periode Januari-April volume ekspor CPO turun di level 15 persen, di bawah capaian periode sama pada 2021.
“Nah di bulan Mei ini, bila sampai akhir bulan ekspor belum diijinkan, maka volume ekspor akan drop 63 persen dari tiga kelompok itu, HS 1511; HS 1518 dan HS 2306,” ujar Sahat kepada Bisnis, Kamis (12/5/2022).
Menurut Sahat, dampak kebijakan ini pun merembet ke anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit. “Di kebun sawit panik, memanfaatkan ke kisruhan ini dengan alasan tidak boleh ekspor, maka [pabrik] tidak beli TBS. Seharusnya ini tak perlu terjadi kecuali tangki-tangki timbun PKS dan refinery sudah penuh,” tuturnya.
Adapun dampak larangan ekspor CPO yang dimaksudkan untuk menormalisasi harga dan stok minyak goreng (Migor) ini, menurut Sahat, telah menggelincirkan harga di pasaran. Untuk harga Migor kemasan di banyak pasar modern turun dari Rp 52.800 /2 liter ke Rp 48.350/2 liter.
Baca Juga
“kejadian menunjukkan bahwa banyak masyarakat berpunya pindah minat dan membeli Migor curah bersubsidi yang HET [harga eceran tertinggi]-nya Rp 14.000/liter,” ucap Sahat.
Tidak hanya itu, Sahat mengungkapkan berdasarkan pantauan Gimni, dalam tiga hari ini Migor curah sudah didistribusikan sebanyak 31.250 ton. Namun, harga yang beredar masih tinggi.
Hal itu, simpul Sahat, dikarenakan Migor curah dikemas ulang seperti menjadi minyak goreng kemasan. “Misalnya yang terjadi di lapangan, Migor curah bersubsidi nyelonong ke re-packer dan bisa jual Rp 21.000/liter. Banyak beralih ke industri makanan dan minuman, perhotelan, fast food dsb,” ungkapnya.
Sebelumnya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak sawit mentah (CPO) berkontribusi sebesar Rp112,82 triliun bagi perekonomian Indonesia sepanjang kuartal I/2022. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan angka ini setara 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan Angka Dasar Harga Berlaku (ADHB) yang mencapai Rp4.513 triliun.
"Kontribusi CPO itu kurang lebih 2,5 persen dari PDB harga berlaku pada kuartal I/2022," ucap Margo saat konferensi pers secara daring, Senin (9/5/2022).