Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mata Uang di Asia Gonjang-Ganjing Usai Pengetatan The Fed

Seiring dengan permasalahan mata uang negara berkembang yang meluas, mata uang dengan imbal hasil tinggi seperti peso Filipina, rupee India, dan rupiah Indonesia telah berada di bawah tekanan pada Juni.
Mata uang rupee India. Istimewa
Mata uang rupee India. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang negara berkembang di Asia diprediksi meneruskan tren penurunan dan sentimen risk off akibat pengetatan The Fed.

Dilansir Bloomberg pada Senin (27/6/2022), hal itu seperti yang dicatat oleh Goldman Sachs Group Inc.

Seiring dengan permasalahan mata uang negara berkembang yang meluas, mata uang dengan imbal hasil tinggi seperti peso Filipina, rupee India, dan rupiah Indonesia telah berada di bawah tekanan pada Juni.

Hal itu disebabkan oleh sikap hawkish dari Federal Reserve yang telah menunjukkan sinyal kenaikan suku bunga acuan lanjutan hingga 75 basis poin.

"Dalam beberapa pekan mendatang, kami memperkirakan tekanan melawan dolar ini akan berlanjut, dalam beberapa kasus berpotensi menimbulkan risiko kenaikan pada perkiraan pertukaran dolar kami," ujarnya ahli strategi Goldman Sachs Zach Pandl dan Danny Suwanapruti dalam sebuah catatan.

Rupee India telah turun ke level terendah pada pekan lalu dan peso Filipina anjlok ke tingkat terlemah dalam kurun waktu lebih dari 16 tahun.

Menurut Goldman Sachs, negara-negara ini akan menunjukkan tekanan nilai tukar terhadap dolar AS dan alan semakin rentan dengan kenaikan harga minyak dan pengetatan The Fed:

1. Indonesia

Rupiah telah berada di bawah tekanan akibat kenaikan suku bunga The Fed dan sentimen risk off yang meluas. Dolar-rupiah dapat terus melihat tekanan naik sampai Bank Indonesia mengikuti The Fed dalam menaikkan suku bunga.

2. Filipina

Peso telah terperosok sekitar 5 persen pada Juni di antara mata uang negara berkembang di Asia.

Defisit transaksi berjalan kemungkinan akan melebar menjadi 3,2 persen pada tahun ini dari 1,7 persen tahun lalu. Faktor-faktor ini mendukung pandangan bearish bank terhadap mata uang.

3. India

India rupee diyakini akan terus tertekan terhadap dolar di tengah kemungkinan defisit neraca pembayaran sebesar US$40 miliar pada tahun ini.

Angka itu jauh dibandingkan dengan surplus senilai US$55 miliar pada 2021.

Rupee akan cenderung terdepresiasi ketika berhadapan dengan defisit neraca pembayaran. Untuk itu, Goldman memprediksi tekanan ke atas pada dolar AS - rupee akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper